Minggu, 28 Agustus 2016

Sabtu, 27 Agustus 2016

Baca Baca Baca

-harapannya respon kamu.. "mana ada detik di XXXX?" eh malah responnya "Eh... caranya bisa lihat detiknya gimana?" Hehe-
*** 
-Haha karna aku masih kurang ilmu. Jadi responnya akan bertanya ketimbang pede berseloroh apa yang aku sudah ketahui-

Saya merupakan salah satu tipe pembelajar dengan metode visual. Visual? Yaps!! Baca!! Saya sadar, saya bisa karena saya membaca. Tanpa membaca, saya cuma jadi orang yang kosong.

Namun, sesungguhnya, saat ini saya sedang berada pada posisi sangat kesal dengan diri saya sendiri. Kesal saat saya mulai menyadari bahwa terjadi penurunan kualitas pada hal ilmu dan pengetahuan saya. Saya merasa sangat bodoh. Saya merasa jalan di tempat terkait hal ini. Saya merasa buku-buku yang saya baca selama ini 'belum cukup keren'. Apalagi jika ditilik dari kuantitasnya, beuh!!! Saya payah! Dari kesadaran saya tersebut, saya menjadi seseorang yang selalu merasa kurang. Maka akan selalu ada keinginan untuk menambah dosis baca dosis baca lagi. Layaknya sistem kerja candu. Gampang emang? Haha tidak. Saya sedang dalam proses memperbaiki hal tersebut. Selama 4 tahun di kampus, mulai kurang porsi membaca saya dibanding sebelumnya *parah!! Mahasiswa malah jarang baca hmmnyehhhh*. Karena saat itu saya sangat amat tertarik dengan dunia baru yang saya kenal, dunia saintis. Maka buku-buku yang saya baca tidak jauh dari lingkaran tersebut. Paling kalau keluar jalur saintis ya ada, tapi itu tadi... kuantitasnya tidak sebanyak yang semestinya harus saya baca. Oke, merubah habit yang sudah 4 tahun melekat bukan hal yang mudah. Tapi juga tidak sesulit yang dibayangkan. Jadi, Semangat hap hap hap!!!

Bapak saya pernah bilang, "kunci sukses berkomunikasi dengan banyak orang adalah ketika 'you knows everything'. Jadi kamu nyambung dengan apa saja yang dikomunikasikan. Orang menjadi nyaman. Jangan cuma komunikasinya sama orang-orang di lingkungan bidang kita sendiri. Lama-lama bisa kerdil kita."

Hmmm.. iya. 'You knows everything' harusnya saya underline, bold, dan italic ya hehe.

Beradasarkan tes yang pernah saya jalani, hasilnya menunjukkan bahwa saya ini tipe introvert. Walaupun mungkin persentasenya tidak jauh beda dengan ekstrovertnya. Tapi tetap saja, walaupun saya bisa ekstrovert, akan tetap ada kenyamanan yang lebih ketika saya menjalani hari-hari sebagai seorang introvert.
Saya ini bisu. Sepatah kata pun tak bisa keluar dari bibir ini. Luapan perasaan dan ungkapan pesan saya sampaikan lewat tulisan, tidak untuk diperdengarkan.

Karena bagi saya tidak jarang telinga salah dengar, mata lebih bisa diandalkan. Mata dan telinga kedua nya Tuhan ciptakan sepasang. Tetapi dari segi fungsi mata bekerja lebih keras daripada telinga. Orang normal jarang sekali atau hampir tidak mungkin mendengar dua atau banyak hal dalam satu waktu. Tetapi orang bisa melihat banyak hal sekaligus.

Saya ini bisu. Buku lebih saya gandrungi. Berbeda dengan teman-teman yang lain, musik yang lebih mereka gandrungi. Karena fenomena yang saya dapati sekarang konser musik selalu lebih ramai daripada acara launching buku. Lirik lagu lebih mereka hafal ketimbang kutipan bagus dari pengarang terkenal.

Sayang, padahal besarnya sebuah peradaban bisa dilihat dari seberapa banyak generasi nya yang membaca. Untuk sekedar mendengarkan tidak sulit mungkin? Atau membaca itu membosankan?

Jika untuk membaca saja malas, apalagi hendak membela negara mu dari asing? Mungkin sekarang sudah bukan jamannya perang angkat senjata. Tetapi lewat pengetahuan dan argumentasi mu, kau dapat mengalahkan lawan. Hanya rajin mendengarkan biasanya orang mendapatkan informasi tidak mendalam. Kalimat yang biasanya muncul pada saat hendak menyampaikan kembali kepada orang lain adalah, “kalo ga salah, katanya dia…”.

Lalu menurutmu, siapa yang bisa kau yakinkan dengan pernyataanmu yang seperti itu? Bencana bagi sebuah bangsa jika masyarakatnya sudah malas membaca. Kepada buku mereka tidak gemar. Dan menjadi bisu karena ketidaktahuan. Artinya rasa penasaran pun menjadi tumpul. Mereka hanya tertarik dengan ilmu jika disuguhkan, enggan untuk mencarinya sendiri. Maka yang sering dijumpai pula, majelis ilmu selalu lebih ramai ketimbang perpustakaan.

Ada sebuah quotes terkenal yang bunyinya seperti ini, “I hear and I forget. I see and I remember. I do and I understand.”

Pantas saja saat di sekolah kita tidak cukup hanya dengan mendengarkan penjelasan guru, tetapi kita harus mengulang dengan membacanya kembali dirumah untuk mengerti pelajaran yang diberikan. Dan pantas saja memang ayat pertama yang turun kepada Sang Pembawa Risalah, Muhammad SAW itu bukanlah “Isma’!” atau yang artinya “Dengarkan!”, melainkan “Iqro’!” atau “Bacalah!”


Sudah puas bicara dan menampar diri sendiri, Mon?
continue reading Baca Baca Baca

Jumat, 26 Agustus 2016

Berkaca dari Sejarah

Pada saat perang Yarmuk saat itu sahabat Nabi Shallallahu`alaihi wa sallam Khalid bin Walid Radhiyallahu ‘anhum yang dipilih menjadi panglima perang, Sang Pedang Allah yang terhunus. Pasukan Romawi (Byzantium) yang tampuk kepemimpinan perang dipegang oleh Heraklius dari kota Antokia, pasukan ini didoktrin oleh para komandan perangnya -dan memang sepengetahuan orang-orang Romawi adalah seperti itu, bahwa orang-orang Arab (kaum Muslimin) ingin merebut Syam dikarenakan mereka kelaparan dan mengalami paceklik hebat di negaranya. Tapi melihat gigihnya pasukan Muslimin yang saat itu mampu memukul mundur pasukan Romawi dengan jumlahnya yang kurang dari seperlima pasukan Romawi, serta strategi perang yang begitu gemilang, semua orang berhasil takjub dibuatnya. Maka salah satu komandan perang Romawi, bernama Jurjah (Gregious Theodore) menemui Khalid untuk bernegosiasi di masa istirahat perang.
Saat itu Jurjah yang datang ke tenda nya Khalid dikawal oleh 10 orang tentara yang masing-masing lengkap dengan persenjataannya. Berbeda sekali dengan Khalid yang sangat tenang hanya ditemani oleh 1 orang tentara yang kosong tangan. Padahal memang maksud Jurjah adalah ingin membuat Khalid takut, dan menjatuhkan mentalnya. Tapi bagi Khalid tidak sama sekali. Khalid menganggap Jurjah beserta para komandan perang dan pasukannya itu hanya bagaikan “lalat”, yang tidak perlu ditakuti atau disegani sama sekali. Karena memang bagi kaum Muslimin yang beriman, tak ada sesuatu yang sangat besar, hanya Allah lah Yang Maha Besar. Tak ada masalah yang besar atau sulit, tak ada musuh yang besar atau layak untuk ditakuti.
Komandan perang Romawi Timur itu datang dan menawarkan kepada Khalid harta, menawarkan 10 Dinar kepada setiap pasukan Khalid ditambah dengan 1 ekor unta beserta perlengkapannya, yang akan disiapkan. Khalid menolaknya dan tentu saja menjelaskan bahwa bukan untuk itu semua tujuan mereka melawan. Lalu Khalid memberikan 3 opsi: bangsa Romawi tunduk pada Islam, atau membayar jizyah, atau perang.
Jurjah yang saat itu melihat Khalid yang tak gentar sama sekali memilih bertanya, “Apa kau tidak perlu mendiskusikan hal ini kepada pimpinan yang lain?”. Dengan tersenyum Khalid menjawab, “Kalau aku bertanya kepada mereka, maka akan ada 2000 kepala lebih yang akan memiliki pendapat yang sama sepertiku.” Mendengar hal ini maka Jurjah tau bahwa Khalid dan pasukannya (kaum Muslimin) adalah pasukan yang tidak terkalahkan. Ia tahu bahwa pasukannya akan kalah kalaupun berperang. Perasaan ini mungkin saja tidak hanya dirasakan oleh Jurjah, tetapi juga pasukan Romawi yang lain. Hanya saja memang strategi perang yang diatur oleh Heraklius adalah setiap sepuluh orang pasukannya diikat satu sama lain sehingga tidak memungkinkan bagi mereka untuk kabur dari perang.
Lalu Jurjah bertanya lagi kepada Khalid, “Beritahu kepadaku, kepada apa kalian mengajak?”. “Kepada syahadat bahwa tiada Tuhan selain Allahu Subhanahu wa ta’ala  dan bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, serta membenarkan segala hal yang dibawanya disisi Allah Subhanallahu wa ta’ala.”, jawab Khalid. Saat itu juga Jurjah minta diajarkan kepada Islam dan mengikrarkan syahadatnya didepan Khalid bin Walid, semoga Allah merahmatinya. Lalu Jurjah berwudhu dan melaksanakan shalat. Yang mana shalat tersebut sekaligus menjadi shalat pertama dan terakhirnya, karena tidak lama setelah itu ia menjumpai mati syahidnya.

********

Saya suka membaca sejarah. Alasannya? banyak!!! hehe. Dulu sewaktu kecil, saya suka sekali dibacakan dongeng. Sayangnya, Ibu saya tidak memiliki banyak referensi dongeng. Saat dewasa saya berpikir, untuk memenuhi hasrat saya itu tadi tentang dongeng, saya harus membaca banyak dongeng. Supaya saya bisa mendongeng. Pada siapa? Putra putri saya kelak mungkin... atau jikapun mereka tidak suka dongeng, saya bisa berdongeng untuk diri saya sendiri(?)
Itu di atas adalah alasan absurdnya. Alasan seriusnya? ini...
dengan membaca sejarah, kita akan mendapati fenomena masalah yang terjadi di masa lampau yang tentu saja sangat mungkin untuk diambil pelajarannya untuk kehidupan kita di masa sekarang ini. Fenomena masalah ini tentu saja dilengkapi dengan pemecahannya.
Yang dirasakan oleh Jurjah dan pasukan Romawi saat perang Yarmuk itu adalah tidak lain, persis sama seperti yang dirasakan kaum Yahudi pada masa kini. Kaum Yahudi itu sudah tau kalau kaum Muslimin suatu saat akan menang. Tapi memang qadarullah sampai hari kiamat nanti tak akan mungkin terjadi kaum musyrik berhenti memerangi Islam, khususnya Yahudi. Seperti yang tercatat dalam Al-Quran, QS Al-Maidah: 82. Maka apa yang membedakan disini? Kaum Muslimin dibawah komando Khalid bin Walid tidak gentar dan hanya menganggap lawan mereka itu kecil, bagaikan lalat. Sementara, kaum Muslimin di masa ini tidak begitu mentalnya. Mereka tidak menganggap musuhnya (musuh Islam) kecil. Sekalipun bahkan dengan janji dari Allah kemenangan dan pertolongan.
Banyak sekali orang-orang Islam yang merasa minder jika bersandingan dengan yahudi dan orang-orang barat (Amerika, dkk). Merasa orang yahudi lebih maju soal ilmu pengetahuan dan teknologi, merasa Amerika lebih berkuasa soal ekonomi dan berhak menjadi rujukan untuk segala halnya. Sehingga orang Islam sendiri yang sudah merasa kalah jika berhadapan dengan mereka.
Sayang sekali, mental dan cara berpikir seperti inilah yang sebenernya perlu dirubah dari kaum Muslimin. Perasaan dan sikap optimis, juga proud akan Islam perlu dimunculkan lagi bagi setiap diri Muslim masa sekarang ini. Mari kita lihat dalam waktu dekat apa yang terjadi jika mental ini dirubah. Bukan tidak mungkin hal ini lah yang akan mempercepat langkah Muslimin kepada kemenangan, dan kemuliaan Islam dimata dunia.

Yaps! :) dengan belajar sejarah, ibarat kita sudah mendapatkan kunci jawaban untuk menjawab suatu soal ujian. Petunjuk (clue) / bocoran gitu ibarat kata.... Semua yang ada di jagad raya ini selalu berputar pada porosnya, akan memiliki pola yang sama dan berulang, akan ada masa dimana sebenarnya mengulang masa yang sudah pernah ada sebelum-sebelumnya. CUMA, beda kondisi saja. Inti masalahnya akan tetap sama.
Hehe, saya ini... pembaca yang tak kunjung didewasakan oleh kata. Makanya masih akan terus belajar.


continue reading Berkaca dari Sejarah

Kamis, 25 Agustus 2016

Eksakta

Di lingkungan baru saya saat ini, berkumpul orang-orang dengan background ilmu eksakta. Berbagai jenis ilmu eksakta.. ya berbagai jenis ilmu eksakta. Of course, tiap background ilmu selalu mengkaji fenomena sains dengan prinsip-prinsip yang berhubungan dengan ilmu itu sendiri. Termasuk kajian.... tentang fenomena 'bumi itu datar atau bulat?' Ya ampunnnn... dunia ini kok lama-lama penuh drama ya, jadi pusing pala saya hiks.

Mulai lah kami berargumen. Fisika oke... Kimia ikut... Biologi *orangnya kurang oke(?)*... masukkan pula teori anak geologi... daaan masih banyak kajian bidang ilmu lain yang kami jadikan referensi pada diskusi yang mendadak harus dilaksanakan ini. Diskusi? Sebentar sebentar. Sepertinya kok istilah itu terlalu keren ya.. Bukan bukan, ini bukan diskusi. Kami memang sering mengobrol tentang fenomena-fenomena sains, membuktikan rumus di teori yang pernah ada ketika kami mendapati praktek di lingkungan tidak sesuai dengan teori yang ada, even itu saat kami sedang istirahat makan siang. Huftttt makan siang biar kenyang, ini malah dibikin laper lagi :( sering seperti itu. Hampir setiap saat malahan. Saya jadi merasa mempunyai banyak sekutu haha, karena saya mendapati keberadaan orang-orang yang kepo maksimal karena suka penasaran dengan suatu hal, ya mereka itu. Bedanya kualitas kami saja sih. Mereka menyikapi kekepoan mereka dengan bijak, dengan mencari, dengan membuktikannya. Sementara saya, kalau kepo lebih memilih tidur supaya terhindar dari ketidakpastian perasaan yang gundah gulana *hallahh*.

Aduh sampai mana tadiiii... Oh ini ya 'bumi itu datar atau bulat?'
Okeee.. jadi begini kalau menurut saya, "The scientists of today think deeply instead of clearly. One must be sane to think clearly, but one can think deeply and be quite insane."Gitu ya... itu menjawab fenomena 'bumi itu datar atau bulat', Mon? Hehehehehe engga sih *tampar*.

Ada salah satu Abang (informasi selingan: di SMA saya, sapaan 'Abang' digunakan untuk alumni yang sudaaah senior, yang lulusnya jauh sebelum kami) saya di zaman SMA dulu yang berkata pada saya bahwa "Kamu tahu Mon kenapa yang mudah dipengaruhi atau terbawa arus (saat itu beliau mencontohkan tentang fikrah-fikrah yang menjamur di masyarakat)  itu malah biasanya orang-orang dari kalangan background ilmu eksakta? Karena orang eksakta itu dibiasakan pola berpikirnya 'asal bisa dibuktikan, gue percaya'. Pun tentang fikrah-fikrah itu... jika kita bisa merasionalitaskan prinsip ajaran/arah gerak dalam suatu fikrah dan klik di otak mereka, yaudeh ketarik bakalan."

Lalu, mantan dekan saya pernah bilang kepada saya bahwa "Ada ruang di jagat raya ini yang tidak bisa dipelajari, tidak bisa dijelaskan Mon. Akan selalu bias. Ruang itu mungkin hanya menjadi area Tuhan. Kita para sainstis tidak bisa menjamahnya. Maka, ketika kita tahu ilmu alam ilmu di jagad raya ini lebih banyak lagi, harusnya lebih membuat kita ber-Tahan untuk ber-Tuhan ." 


hehe sekian. Tulisan ini hanya ingin menampilkan quote-quote of the day saja haha. Karena dalam hal ini, saya layaknya orang yang sedang mengalami konstipasi.
continue reading Eksakta

Selasa, 23 Agustus 2016

Doa Orangtua

Bapak: Neng, Bapak pernah baca cerita.

Saya: ((antusias mendekatkan telinga))

Bapak: Zaman dulu, ada seorang ibu yang kalau anaknya rewel, selalu si Ibu meluk si anaknya, sambil dielus-elus deh tuh kepala anaknya. Sama dipanggil-panggil anak itu. Si anak pertama dipanggil 'mukti'. Padahal itu bukan nama anaknya lho neng, si Ibu emang sengaja manggil ke anak-anaknya pakai nama-nama baik gitu. Anak kedua dipanggil siapa ya... Aduh Bapak lupa neng. Pokoknya pas udah gede jadi deh tuh anak-anak sesuai panggilan-panggilan baik si Ibu.

Saya: Waaaaa

Bapak: Eneng belum berkeluarga kan(?) Kedua orangtua masih lengkap kan(?) Doa orang tua itu segalanya neng. Neng jangan pernah lupa minta doa sama orang tua ya...

Saya: ((saat ini saya nggak melakukan adegan apa-apa sih. Terlalu maktub mendengarkan si Bapak))

Bapak: Neng coba baca kisah-kisah tokoh sukses dunia. Kebanyakan mereka adalah orang-orang yang memuliakan orangtuanya.
Ini, emmm neng tahu Sulaiman Al Rajhi?

Saya: Pernah baca waktu itu... Pendiri bank islam terbesar di Arab Saudi, bukan?

Bapak: Iya bener. Neng tahu apa kata dia tentang ibu(?) Katanya, "Aku ingat doa-doa ibuku dan mereka selalu mengikutiku. Mereka menempel pada sepanjang hidupku."
Neng, entah banyak, entah dikit rezeki neng nanti, tetep ya jangan lupain orangtua. Walaupun mereka nggak minta. Rumusnya: Nggak ada anak yang menderita karena memuliakan orangtuanya, nggak ada anak yang jatuh miskin karena memberi orangtuanya. Baek-baek ya, Neng... ((senyum malaikat)) Semoga diliputi keberkahan buat eneng.

Saya: Iya Bapak Insya Allah ((senyum bidadari))





Suatu malam di Tasikmalaya
continue reading Doa Orangtua

Minggu, 21 Agustus 2016

Keluargamu, Tanggung Jawabmu

Tak jarang, kita sangat ramah pada orang lain, tapi cemberut pada keluarga di rumah. Padahal keluarga lebih berhak mendapatkan senyum dan keramahan kita. Sayang (pakai bingit) pada teman-teman di sekolah atau kantor, tapi acuh pada adik kandung. Membantu orang lain, tapi sanak saudara yang dekat rumah dan butuh bantuan terabaikan.
Padahal, ada satu pesan yang sangat penting yang harusnya kita amalkan. Yaitu mendahulukan karib kerabat atau orang terdekat untuk menerima apapun bentuk kebaikan kita. Sebelum kita memberi pada orang lain, hendaknya perhatikan keluarga terlebih dahulu ^^ *Buka-buka al-qur'an* QS. Al-Baqarah: 177 dan QS. Al-Isra: 26.
Ah, jadi ingat suatu kisah zaman sahabat dulu. Umar bin Khattab tidak jadi melantik anak buahnya menjadi seorang pemimpin karena orang tersebut tidak pernah bermain dengan anaknya. Ia peduli pada umat, namun abai terhadap keluarganya.
continue reading Keluargamu, Tanggung Jawabmu

Cara Gaul Pakai Sosmed

Sadarilah, teko akan mengeluarkan cairan yang ada di dalamnya. Eforia kita terhadap sosial media seakan-akan menjadi sarana sebesar-besarnya untuk aktualisasi diri. Alih-alih aktualisasi, malah menjadi kebablasan, seakan kita menelanjangi diri sendiri dihadapan puluhan ribu mata.

Jadikan sosial media sebagai sarana menyebar kebaikan bukan kemunkaran. Sosmed bukan buku harian, jadi tidak perlu memposting segala sesuatu tentang kita. Jangan REAKTIF dalam memberikan respon terhadap berita yang tersebar di sosmed ataupun memberikan komentar ataupun membuat postingan, tetapi pakailah KESADARAN Full tentang apa yang akan diketik. Menulis ataupun posting di SOSMED pakailah pertimbangan bukan dengan emosi.

Jadikan diri kita inspirasi, yaitu mengajak orang yang membaca postingan kita terinspirasi, artinya disana memberi info apa yang perlu dilakukan juga oleh orang lain, bedakan dengan pamer, lebih banyak kearah narsistik saja, membanggakan diri sendiri. Pikir dua kali apa yang akan kita posting dan itu sangat terkait dengan NIAT apa yang kita sertakan ketika memposting berita.

Allah swt berupaya untuk menutupi aib-aib kita dari penglihatan manusia, jangan sampai kita sendiri yang mengumbar aib kita, karena pada siapa lagi kita akan minta pertolongan.

Kendalikan keinginan untuk komen atau posting sesuatu, jika memang tidak perlu, tinggalkan. Orang yang bersosial media aktif terkadang memang karena dalam dunia nyatanya kurang banyak aktivitas yang dilakukan. Jika memang kita dalam taraf kecanduan sosial media, kurangi interaksi kita dan ganti dengan aktivitas nyata yang lebih banyak dari sebelumnya.


So, bijaklah dalam menggunakan sosial media, sebarkan dan ajarkan ilmu-ilmu ini pada saudara-saudara kita yang lain. Jangan sampai harapan bangsa kita terus kembali berguguran tanpa berjuang.





(Ani Khairani, M. Psi. Psikolog) 
dalam diskusi ASA Indonesia
continue reading Cara Gaul Pakai Sosmed

Sabtu, 20 Agustus 2016

Obrolan kita semalam, mengajarkanku:

"Bahwa yang paling mendamaikan dari keseluruhan harapan dunia adalah bersyukur. Karena memang kita hanya butuh yang cukup bukan yang berlebihan." :)


Semoga tetes-tetes syukur selalu mengalir dari kita. Sehingga kita paham bahwa menikmati proses bukan hanya bercerita tentang kesesuaian dengan impian yang dirancang, karena bisa jadi tentang sandungan batu-batu kecil di sepanjang perjalanan. Keep strong!!! ^_^






continue reading

Jumat, 19 Agustus 2016

Fleur de Dieu -

Fleur de Dieu. Setelah bunga kaktus, ada bunga itu yang menempati daftar bunga yang berhasil memikat hati saya. 

Saya mengenalnya saat berusia 6 tahun, melihatnya di pagar rumah seorang kerabat. Ibu saya bilang, itu bunga kolecer. Bunga baling-baling.

Belasan tahun setelah hari itu, saya menemukannya lagi ketika bersekolah di jurusan Biologi. Saya amati baik-baik bunga ungu tersebut... aaa iya, dia bunga baling-baling. Bunga yang memiliki empat daun tambahan, seperti sayap yang akan memutar layaknya baling-baling saat jatuh ke tanah. Indah sekali, so impressive. 
continue reading Fleur de Dieu -

Firda

Jika saja awan hitam yang sudah mulai pudar itu dapat bersuara, ia pasti akan mengatakan padamu berapa banyak cahaya-cahay mentari dalam hatimu yang sudah berhasil mengusir awan gelap dalam hatiku.

Bertahun-tahun yang lalu aku adalah perempuan egois. Tidak mengerti arti dari tulusnya persahabatan, tidak paham bagaimana caranya berkorban untuk membahagiakan orang terdekat, tidak pernah terpikir bahwa bantuan-bantuan kecil darimu, kasih sayang orangtuamu kepadaku, dapat membuatku mengerti makna dari sebuah ketulusan.

Darimu aku belajar banyak. Sinarmu memberiku pelajaran bagaimana dirimu tetap bersinar teduh tanpa mengharapkan balasan. Menyinari dengan ikhlas hingga ke dalam hatiku dan berhasil membuat hatiku yang gelap itu mulai terang sedikit demi sedikit dalam perjalanan sebelas tahun persahabatan semenjak pertamakali Allah mengenalkan.




Semoga sinarmu semakin terang dan terus menyinari setiap insan yang ada disekelilingmu.
Salam ketjup,
Aku :)



Namanya Firda, sahabat yang sudah tidak terdefinisikan lagi kebaikannya, mungkin dia salah satu malaikat tak bersayap. Maafkan pipi dia yang tidak terkontrol ya, temen-temen *eh* *temen macem apa kamu mon!* *teman durhaka* *ngaca sambil lihat pipi sendiri*

continue reading Firda

Senin, 15 Agustus 2016

mmm begini... saya mau tanya.

"Pernahkan merasakan kesal karena sedih?" 
Yang bisa membuat kita seketika bersikap sangat kekanak-kanakan, mendadak tidak bijak, aneh karena semuanya terlihat salah dan yang paling parah... terlihat semacam seperti orang bodoh. Dan ah, ada efek yang lebih parah dari semua itu. Malu setelahnya... dan berpikir "Andai aja gue punya kantong doraemon, terus punya alat yang bisa menghapuskan ingatan orang-orang. Bukan semua ingatan kok... cuma bagian ingatan saat hal aneh itu terjadi." -____-


Ah manusia, seringnya dia lupa...
Takut kehilangan padahal tidak memiliki.
continue reading

Minggu, 14 Agustus 2016

Ini tentang Cinta

Punten, ini foto kalau dilihat pasti kurang jelas ya hehe. Maklum file yang ada di saya terbatas resolusinya. Gapapa lah ya... ini malah bisa menjaga mata kita dari melihat wajah-wajah yang cantik-cantik nan tampan-tampan yang tak seharusnya kita lihat ini *hueks. Alesan!!!*




Here we are!!! Keluarga Besar Keorganisasian & PSDM BEM Undip 2015.
Ketika yang lain upload fotonya pas akhir-akhir kepengurusan, sementara saya baru mellow-mellow'annya sekarang, disitu saya merasa keren!!! Hehe. Engga ding, bohong.
Saya cuma takut tidak bisa mengendalikan perasaan (kata anak sekarang mah 'baper') saja ketika saya uploadnya 6 bulan yang lalu ketika masa-masa purna amanah dari organisasi di kampus. Karena mereka ini yang mengajari saya bahwa 'Little things heart touching' dan 'Cinta akan tumbuh seiring berjalannya waktu' (?).

Cerita mengenai plan akademik saya dulu ya, karena ini ada hubungannya dengan mereka.
Setiap anak orang tua saya (red: saya dan adik saya) memiliki project yaitu plan life yang telah 'dipresentasikan' dan mendapat 'approval' dari orang tua kami. Termasuk bidang konsentrasi sekolah kami pun kami presentasikan kepada mereka, mau penelitian dimana itupun kami presentasikan. Nah kapan plan life itu dibuat dan dipresentasikan? Sudah lama... sudah diawal masa kuliah kami (nah khusus untuk saya, karena anaknya agak-agak sengklek gimana gitu ya... saya sudah mengubah plan life saya lagi dari presentasi sebelumnya. Jadi pada semester dua, saya kembali mempresentasikan plan life akademik saya di kampus). Just info saja, plan life yang saya buat mengenai perjalanan akademik saja. Karena untuk masalah suplemen lainnya misalnya untuk menghebat di kampus dan sebagainya, orangtua saya selalu membebaskan asal dalam koridor yang telah kami sepakati bersama (read: 'boleh melakukan aktivitas apapun, asal bisa mempertanggungjawabkan segala hal yang telah menjadi kewajibannya'. Ibarat kata nih ye mau jungkir balik di kampus juga sok weh asal target pemahaman mengenai mata kuliah dan ipk dipenuhi.) Fase itu didapatkan, setelah kami -para anaknya- mendapat kepercayaan untuk mengendalikan dan menjaga diri kami sendiri, maka kami diberi kebebasan untuk memutuskan apa-apa dalam hidup kami (read: tahapan hingga memperoleh 'fase dipercaya' juga ada, cuma nggak perlu saya ceritain kali ini ya. Out of the topic). Syaratnya cuma satu, 'jangan mengeluh kepada kami -orangtua- ketika kamu mendapati keputusanmu tidak berjalan seperti ekspektasimu. Bertanggungjawablah atas setiap keputusan yang kamu ambil'.
Waktu berjalan, saya memutuskan untuk ambil bagian di kampus, selain tetap menunaikan janji saya kepada orangtua saya seperti yang sudah saya presentasikan dan mendapat approval dari mereka.
Terhitung, sejak mahasiswa baru hingga 4,5 tahun saya di kampus, saya tidak pernah off dari yang namanya organisasi. Mulai dari bidang riset, jurnalistik, greenpeace, sosial kemanusiaan, sosial politik, agenda-agenda di luar organisasi internal kampus, serta kompetisi-kompetisi ilmiah.

Waktu terus berjalan, Alhamdulillah Allah memberikan kemudahan-kemudahan untuk men-check list plan akademik saya. Hingga tibalah di semester 6, menurut plan life saya, pada semester 6 ini seharusnya saya KKN. Jika dilihat dari jumlah sks dan syarat pemenuhan mata kuliah pra KKN, sudah saya penuhi semua. Tapi, di depan pintu pendaftaran KKN kala itu, saya kembali pulang ke kosan. Ada yang membuat saya ragu, sebenarnya sebelum hari itu saya sudah menimbang-nimbang apakah saya harus KKN semester itu atau ambil di semester depannya. Karena, jika saya mengambil KKN di semester tersebut yang bulannya bersamaan dengan penerimaan mahasiswa baru di fakultas serta tetek bengek lainnya untuk proses kaderisasi di 7 jurusan (dengan segala budaya dan prosesinya yang memakan waktu satu semester), saya pikir terlalu riskan jika ditinggalkan (kala itu saya diamanahi di PSDM BEM Fakultas).
Akhirnya, setelah kembali ke kos, saya langsung mengemasi beberapa pasang baju, angkat rangsel, dan pulang ke rumah. Ha? Ngapain pulang ke rumah??? Hehehe... mau... nawar... lagi... untuk... merevisi... plan life saya... *huffttt. Usap keringat*. Singkat cerita, berdasarkan hasil diskusi yang menegangkan, saya approval untuk melakukan KKN di semester depan saja. Semester ini stay di kampus untuk amanah yang sedang diemban.

Waktu kembali berjalan, kala itu semester 7, sesuai janji saya kepada orangtua saya, its time to KKN yeayyy. Dan datanglah permintaan itu. Permintaan untuk berkontribusi di tingkat universitas. Di bidang apa? Apa lagi kalau bukan PSDM... haha, kenyataan saya di PSDM ini ibarat tadi diawal saya katakan, cinta tumbuh seiring berjalannya waktu. Dulu, saya mana kenal yang namanya PSDM, konsen saya kala SMA lebih menjurus ke bidang public relation gitu. Baru kenal PSDM di kampus, ehhh pas dijalani, bikin jatuh hati hehe. Akhirnya digeluti dari awal masuk sampai purna masa di kampus.

Awal ketika saya diminta untuk mengemban amanah ini, masya Allah, langsung bercucuran air mata di tempat. Lebay? Emang hehe. Yang terpikir oleh saya pertama kali saat itu adalah -"Gue takut sama Allah" Ini tingkat univ, gue harus mempertanggungjawabkan ke Allah dengan jumlah puluhan ribu orang di pundak gue. Kalau satu aja merasa terdzalimi, digebuk malaikat berapa kali gue. Iya kalau cuma satu, lah kalo banyakkkk."-

Pulang lagi lah ke rumah, mencari ketenangan sebelum memutuskan. Disisi lain, kala itu saya sedang mengajukan sebuah permohonan ide penelitian akhir di suatu intansi penelitian (just information lagi, alasan saya diizinkan untuk melakukan KKN di semester yang mundur dari rencana awal adalah karna saya menjamin kepada orangtua saya bahwa saya akan penelitian di instansi tersebut. Tererenggg tererenggg... matik lah saya ini. Maju mundur kena). 
Ah, Allah pasti ngasih jalan. Saya coba mengkomunikasikan hal tersebut pada ketua dan wakil presiden kala itu. Saya pikir, ini saatnya memutuskan. Dari awal mereka harus tau kondisi saya, jika mereka tidak berkenan dengan apa yang saya ajukan, maka mereka masih ada kesempatan untuk memilih yang lain (ini sih harapan saya kala itu hahaha *ketawa setan* *astagfirullah*). Dan badalaaa, mereka menerima setiap syarat yang saya ajukan, termasuk izin beberapa saat untuk penelitian di luar kota yang berjarak ratusan kilometer.
Mungkin yang baca ini bakal ngerasa 'ihhh lo lebay banget. Cuma izin berapa bulan dari organisasi mah wajar sist.' Hehehe. Nah ini... saya, orang yang selalu berusaha untuk totalitas pada setiap amanah yang diberikan kepada saya. Saya tidak pernah izin fisik dari amanah yang diberikan kepada saya selama ini, jadi, kenyataan bahwa nantinya saya harus izin pergi sementara adalah hal yang membuat saya galau hiks. Banyak pertanyaan gimana kalau ini, gimana kalau itu, dannn lain-lain. Karena saya pikir, 'salah satu power kepemimpinan adalah keteradaan'. Maksudnya, beda rasanya ketika kita mengkoordinir atau dikoordinir dari jauh jika dibandingkan dengan yang ada secara fisik. Ya kannn?

Saya minta waktu kembali sebelum menjawab permintaan tersebut, waktu untuk berpikir.
Setelah semua proses saya lakukan diantaranya ngobrol sama Allah, sama orangtua, sama kakak-kakak, dan teman-teman. Bismillah...

'Pada akhirnya kita akan takjub, terharu, luluh, berserah dan berkata "Sudahlah, rencana Allah pasti menakjubkan." Ini yang ditolak gunung bahkan bumi. Jika kita menjalankannya dengan baik, surga lah balasannya. Mari bekerja!!!' Saya melihat misi kebaikan untuk sesama pada ketua dan wakil presiden saya kala itu. Bukan sekedar profesionalisme semata. Itu alasan utama yang menguatkan saya untuk ikut dalam barisan ini. Entah bagaimana nantinya, Allah pasti kasih jalan. Entah gimana rencana penelitiannya, insya Allah saya percaya ketika kita mempermudah orang lain, Allah pun akan membukakan pintu-pintu kemudahan untuk kita. Sejak di kampus saya belajar untuk memasukkan peran orang banyak yang memerlukan bantuan saya ke dalam kebahagiaan dan ketenangan hati saya.
Awal menjabat di BEM universitas, saya yang juga sedang KKN di luar kota harus bolak-balik untuk rangkaian oprec staff. Jadi selepas begadang dengan segala pekerjaan sekertaris di tempat KKN, saya izin ke teman-teman untuk kembali ke semarang melakukan oprec. Masih di hari yang sama, sorenya, saya kembali ke Magelang, tempat KKN saya. Alhamdulillah, Allah kasih saya teman-teman KKN yang pengertian, yang mau diduakan *lhoh!*. Tuh kan, baru awal aja Allah udah kasih kemudahan.

Hingga sampailah saya bertemu dengan adik-adik saya yang wajah-wajahnya terpampang di atas ituh. Saya berpikir kembali, sebelum saya pergi untuk penelitian, setidaknya mereka harus 'sudah kuat berdiri di atas kaki mereka sendiri'. Maka, mereka saya dewaskan sebelum waktunya mereka dewasa *hiks* maaffff yaaa kesayangan-kesayangan aku. Sampai saat ini, ketika saya melihat mereka, batin saya selalu berkata "Adek adek maaf, karena kebetulan kalian datang pada saat kalian tidak menjadi prioritas".

Maka, saya cepatkan proses pembelajaran bagi mereka. Ibarat kata kalau anak-anak lain dikasih makan 3x sehari, adek-adek saya mah harus makan 5x sehari, biar cepet genduttttt hehehe.
'Adek-Adek, kita akan menjadi panutan. Kita akan diperhatikan setiap tutur kata, setiap tingkah, akan dipermasalahkan. Ada kepercayaan puluhan ribu orang yang harus kita pertanggungjawabkan kepada Allah nanti. Maka jadilah BENAR, bukan cuma jadi BAIK. Tentang setiap hal yang akan dipermasalahkan, hakikatnya, bukan untuk itu kita bekerja. Bukan untuk dipuji, bukan untuk kebanggan diri, melainkan tulus mengabdi.'
Sampai label 'Mbak kaku' disematkan pada saya hehe. Dari label itu saya kembali belajar... "oh gue harus lebih lembut kali ya. Mungkin cara ini terlalu keras untuk mereka. Yaiya mereka masih pada bocah gini." (Just information, adek-adek saya waktu itu banyakan maba cuy, kebayang donggg. Berasa banget mamah-mamah mudanya saya -,-).
Saya memang selalu mendisiplinkan masalah budaya dan aturan, saya tidak suka ada yang berteriak ketika berbicara, saya melarang memalsukan tanda tangan untuk kepentingan 'biar cepet' walaupun sudah mendapat izin si empunya tanda tangan tersebut, dan hal-hal lain yang sebenernya terlihat kecil namun jika diterus-teruskan akan memberikan impact besar ke habit kita. Saya, tidak mau, adik-adik saya, memiliki pemahaman yang keliru hanya karna berpikir 'dulu gini gapapa kok. Jadi sekarang juga gapapa kayak gini.' Ngekkkk. NO. Jadi anak BEM tuh nggak akan langsung buat kamu jadi keren kok. Banyak juga yang jadi anak BEM, bejibun jumlahnya. Maka ciptakan kekerenan itu pada diri masing-masing, melalui pembelajaran etika di organisasi. Jadi yang 'benar' jangan hanya jadi 'baik'.

Dannn tibalah saat dimana saya harus izin untuk penelitian. Penelitian saya ini hampir membutuhkan waktu 5 bulan. Lama ye... iye. Kala itu masih was-was... "duhhh gimana ya adek-adek gue. Bisa nggak ya gue tinggal." Maka tiap malam di bogor menjadi waktu untuk telponan sama mereka. 2 minggu sekali bolak-balik semarang-bogor untuk bisa ketemu mereka yang cuma 1 hari *huffft*. Mulailah terkuras uang tabungan saya yang saya kumpulkan mulai awal kuliah ya untuk akomodasi bolak-balik tadi (secara gitu kan ye nggak berani minta uang saku tambahan ke orangtua untuk keperluan akomodasi tersebut. Karena selama 5 bulan itu orang tua saya tidak tahu kalau saya bolak balik ke semarang *tampar* *astagfirullah*. Yaaaa gimana, membahagiakan orangtua semoga dinilai sebagai ibadah di mata Allah, pun melaksanakan amanah juga ibadah buat Allah. Biar sama-sama dapet gituh *alesan!!*).
Tapi saya senang, tidak ada penyesalan sedikitpun telah mengambil keputusan seperti ini.

Lebih membahagiakan lagi ketika saya mendapati bahwa 'adik kita yang kita bimbing jauhhh lebih baik dari kita'.
Suatu waktu mereka pernah mengirimkan saya foto saat mereka berada di panti asuhan. Saya tanya "pada ngapain dah kalian?". Mereka jawab, "kita lagi berbagi sama anak-anak yatim, Bund. Semoga semakin banyak doa, makin banyak membuka kesempatan buat dilancarin acara-acara kita sama Allah. Biar apa yang kita lakukan juga berkah."
Dessss... netes-netes deh saya. Mereka ternyata sudah dewasa (sebelum waktunya), memasukkan peran orang lain yang membutuhkan di kebahagiaan mereka.
Dan setiap kali orang-orang memberi ucapan selamat atas setiap capaian yang luar biasa yang telah dicapai bidang saya, sesungguhnya, itu karena kehebatan dan kekerenan adik-adik saya. Saya mah apa atuh, cuma butiran jasjus yang kalau nggak diaduk nggak bisa larut kkkkkkk~

Tanpa saya sadari, sayang saya ke mereka melebihi sayang saya ke adek-adek saya yang sebelum-sebelumnya. Hehe. Padahal dulu di awal, saya pikir saya tidak bisa menyanyangi mereka karena kami tidak bersama secara fisik selama 5 bulan.
Alhamdulillah, sekarang mereka jadi orang-orang keren di kampus. Pentolan-pentolan mulai dari tingkat jurusan, fakultas, univ, hingga nasional :") seperti yang saya bilang, kebahagiaan seorang kakak adalah ketika melihat adiknya lebih hebat daripada dia.

Oiya, semalem, mereka mengabari bahwa mereka masih saling membantu satu sama lain walau sudah berpisah organisasi. Masih peduli untuk membantu acara closing ODM hari ini walau bukan panitia atau di tingkat univ lagi. Katanya, karena sense of belongnya sama temen-temen mereka yang masih kontribusi di tingkat univ untuk menyiapkan acara tersebut. Duhhh :")

Setelah melewati fase itu, saya jadi tahu rahasia Allah yang dulu diberikan kepada saya. Saya harus pergi 5 bulan dari amanah, karena mungkin selain untuk pembelajaran bagi saya, juga untuk pembelajaran bagi adik-adik saya ini ya. Mungkin kalau dulu saya tunggui mereka secara fisik, proses pendewasaan mereka tidak bisa melebihi kawan-kawan seusianya.
Ya Allah, terimakasih. Engkau selaluuuu romantis seperti ini, memberikan saya cerita-cerita hidup yang luar biasa. Membuat saya makin jatuh cinta!


Sukses closing ODM 2016 nya, Gaes! Semoga Allah selalu memberkahi perjuangan serta lelah kalian.

Aku sebenernya kangen Tembalang.
Eh bukan bukan... bukan Tembalangnya, tapi kaliannya yang bikin aku kangen :"
Opang, Syida, Risma, Mario, Banu, Udi, Ufi, Lina, Deva, Sasa, Eldya, Intan, Jay, Fariz, Satria, Fijar, Wita, Qabil, Niky, Kamal, Fadhlan. Maaf ya buat segala kekurangan dan ke-imut-an aku *ditimpukin sekampung*... dan terimakasih buat semuanya :') kalian yg luar biasa

With love,
Me

continue reading Ini tentang Cinta

M-A-T-A

Judulnya alay ye pake tanda-tanda minus gitu || Emangggg.


Mata kita adalah alat optik paling canggih yang pernah ada. Dengan ukurannya yang kecil, tiap mata punya resolusi 130 megapixel. Ada 130 juta sel fotoreseptor yang peka cahaya!! (Maha Besar Allah))
Bandingkan dengan kamera canggih yang pernah dibuat, yang hanya sampai di angka 20an megapixel. Mata juga mampu mengubah-ubah fokus otomatis seketika bahkan tanpa kita sadari.
Masya Allah. Maka foto apapun, pakai filter atau tidak, tidak ada yang mampu mengalahkan ketika kita menatap langsung objeknya.

Jadi, jagalah mata kita baik-baik.
Jangan jadi mata keranjang yah gaess #eh #pasangemotmonyetnutupmulutpakaitangan #hastagpanjangbiarnambahnilaikealayan
continue reading M-A-T-A

Sabtu, 13 Agustus 2016

Road to Independence Day

Berapa banyak yang membesar di kampus, tapi mengecil di masyarakat. Menjadi jagoan di kampus, menjadi sandera di masyarakat. Kampus itu tempat berlatih, paska kampus lah medan tempurnya. Jangan terbalik.

Untukmu yang hari ini percaya, teruntuk juga aku
Untukmu yang sedang semangat memperjuangkan, sebenar-benarnya ikhtiar, walaupun langkah diuji lelah

Ada satu hal yang membuat kita bertahan dan melangkah lebih jauh,
Kebersamaan doa yang dipanjatkan dan titipan doa dari orang-orang terkasih sekitar kita atas sebuah penuaian kewajiban yang harus diemban
Realita satu hari yang berbeda dari biasanya di jembatan tapal batas negeri. Baru jembatan ya, belum tapal batas benerannya. Terlihat sekali perbedaannya dengan pulau (Jawa) yang menjadi pusat pemerintahan negara. Dan secara garis besar dapat disimpulkan, disini 'tertinggal'. Jika membicarakan tentang Indonesia, maka membicarakan tentang ke-34 provinsinya. Jika ingin memajukan Indonesia, maka seharusnya tidak bisa mengesampingkan salah satu dari ke-34 tersebut.

Masih banyak energi perjuangan yang harus disiapkan, merekahkan senyum dan harapan mereka yang menunggu kita.
Untuk segala cerita pembelajaran dan pengabdian.

Saya jadi teringat isi diskusi di Kementrian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, bahwa racikan nilai:
1. Integritas
2. Etos kerja
3. Gotong royong
adalah bekal untuk bermasyarakat dari pelosok desa sampai global.

Merunut dari teori pembentukan manusia, untuk bisa menjadi janin, lahir, tumbuh dan berkembang... kita-kita yang hidup ini sudah melalui perjuangan yang melelahkan. Mulai dari larinya sel sperma yang saling kejar-mengejar, belum lagi terseleksi dengan keadaan, sel telurnya pula... kok sayang ya dari perjuangan yang sehebat itu akhirnya cuma diisi dengan lahir, tumbuh, sekolah, memperkaya diri, berkeluarga, mati. Hmmm... buatlah kisah lain. Yang memasukkan peran orang lain yang membutuhkan, ke dalam kebahagiaan dan ketenangan hati kita.

Semoga lelah kita dalam hidup di dunia bukanlah semata mencari penghidupan tapi mencari rahmatNya.

Semoga Allah berkenan menjaga langkah kita untuk terus belajar merawat Indonesia.



Pulau Sebatik, Kalimantan Utara. Waktu WITA setempat.
-Menghitung hari menuju Hari Kemerdekaan Indonesia-
continue reading Road to Independence Day

Selasa, 09 Agustus 2016

Senin, 08 Agustus 2016

Belajar dari Po

Ada seseorang, yang mengaku (banget) movie holic gitu (saat-saat dimana dia merasa dunia kejam padanya. -Ex: koleksi tugas kuliah yang hendak membuatnya berpikir "Mungkin nyemil obat nyamuk lebih baik daripada nyemil snack di warung, supaya bisa tidur tenang (selamanya). Haha. *lhoh kenapa saya ketawa? Hmm*", atau kekejaman-kekejaman lainnya dari mahluk Tuhan *yang paling seksi* *joget-joget inget lagu* *puk-puk-puk* hanya buku dan film lah yang dapat menghiburnya). Nah sayangnya seribu sayang, seseorang yang mengaku mencintai film tadi ternyata setelah mempengaruhi saya barulah saya tahu bahwa dia belum menonton filmnya -,- atau hanya sepenggal-sepenggal scene film yang dia ingat, atau salah satu nama tokohnya saja, atau yah begitulah pokoknya... saya yang dasarnya suka instan dan memotong film hanya untuk diketahui cerita akhirnya saja, cuma bisa gigit jari karena tidak mendapatkan cerita instan darinya. Oke, dari fase ini saya belajar "Semua butuh proses mon. Tonton dari awal sampe akhir. Jangan ngandelin sinopsis orang!!" *plakkk* *ditampar pakai sandal*

Jadi ada satu film yang senang sekali dia (seseorang tadi) jadikan bahan pembicaraan. Mengirim stiker yang kenampakannya seperti tokoh di film itu. Menganalogikan kami sebagai tokoh-tokoh dalam film tersebut... dan... Eh sebentar-sebentar, kok saya seperti mendengar suara kucing ketawa ya... Iya iya, kami tahu, kami memang se-annoying dan se-strange itu. Jangan ketawa. Fuhhh *usap keringat*.
Sudah, kita tinggalkan seseorang itu dengan kesendiriannya di malam yang sesunyi ini *mulai nyanyi lagi*.

Cobaaa tebakkk film apakah itu?
Terererenggg terererenggg... Kungfu Panda. Kungfu Panda 3, lebih tepatnya. Yeppp betul, 100 (ribu) buat saya.

Akhirnya, saya yang tidak cinta-cinta amat sama film (karena saya, cintanya sama, Kamu) *toyor kepala sendiri*, kepo juga hehe. Nonton film, seru juga mungkin ya. Mulailah saya mencari film itu dan menontonnya.

Di kungfu panda 3, master shifu meminta Po untuk mengajarkan kungfu kepada kelima temannya yang awalnya lebih dulu mahir kungfu. Tahu sendiri, Po yang ceroboh malah disuruh mengajar, mana bisa dia.

Alhasil, di hari pertama dia mengajar, bukannya tambah bisa, malah membuat latihan kelima temannya menjadi berantakan.
"... you are loser!" Begitu kata burung bangau yang melintasi Po. Ini membuatnya ingin berhenti mengajar, karena yakin tidak bisa melakukannya.

Tapi ada satu kalimat dari master shifu yang menarik. Dia berkata, "If you never do what you can't do, you will never be more than what you are now!".
Kemudian Po menjawab, "I don't wanna be more. I like who I am!".

Seringnya yang membuat kita menyerah adalah ketika harus mempelajari hal yang baru yang menurut kita tidak bisa; kita sudah pernah mencoba mempelajarinya atau melakukannya, tapi tetap saja tidak bisa. Dalam kondisi ini, kita lupa bahwa kalau kita terus menyerah saat mempelajari atau melakukan sesuatu yang baru, kita tidak akan pernah menguasai sesuatu yang baru pula. Artinya, kita tidak akan menguasai hal lebih dari yang sudah kita kuasai sekarang.

Sama seperti Po, kita juga kadang menjadikan alasan kalau kita menikmati diri kita yang sekarang atau apa yang salah dengan saya sekarang? Saya sudah punya ini dan itu, sudah nyaman. Memang sih saya ingin itu, tapi saya tidak bisa mempelajari tentang itu. Biarlah, saya seperti ini saja... Seperti kata Po, "I don't wanna be more! I like I am!"

Sayangnya, alasan ini biasanya akan kita sesali ketika melihat orang lain berhasil meraih hal yang lebih dari yang kita miliki sekarang; ketika melihat orang lain berhasil menguasai hal yang tidak kita kuasai, terlebih lagi ketika orang lain itu adalah orang yang dulunya lebih bodoh dari kita, lebih rendah dari kita, dan lain-lain.

"anytime you see someone more successful than you are, they are doing something you're not." Kata Opa Malcolm X

"Instanity; doing the same thing over and over again and expecting different results." Ini kata Om Albert Einstein.

Ketika kita merasa jenuh dengan apa yang sudah diraih atau dikuasai, tetapi disisi lain, Tuhan sering menempatkan kita pada situasi dimana melihat orang lain meraih berbagai hal yang tidak bisa kita raih - ingin, tetapi tidak pernah serius mengejarnya sampai akhir, itu sebuah sinyal waktunya untuk move on! Waktunya untuk memasang dan mengejar target yang baru; tentu saja, artinya mempelajari hal yang baru dan hal ini pastilah diluar kemampuan kita yang sekarang.

Kita tidak pernah tahu apakah usaha yang dilakukan akan membawa hasil yang diinginkan atau tidak. Tetapi setidaknya, bila kita menikmati proses pembelajaran yang baru, setidaknya kita sudah mendapatkan sebuah kebahagiaan-kebahagiaan untuk mau belajar apa yang kita tidak bisa.

There are no mistakes or failures, only lessons. Now just because you deserve this doesn't mean they are gonna give it to you. Sometimes you gotta take what's yours.

Hehe, Bapak saya pernah bilang kalau kita akan menemukan jalan ketika kita sudah berjalan; kita akan menemukan solusi ketika terus berusaha. Tetes air yang lembut bisa melubangi sebuah batu besar yang keras jika jatuhnya berulang-ulang.
Tugas kita bukan untuk berhasil, melainkan untuk mecoba, karena di dalam mencoba itulah kita akan menemukan dan membangun kesempatan untuk berhasil.


Maka apabila engkau telah selesai (dari satu urusan), TETAPLAH BEKERJA KERAS (untuk urusan yang lain). -QS. Asy Syarh: 7-

continue reading Belajar dari Po

Selasa, 02 Agustus 2016

Ujian Masing-Masing Orang

Dulu, setiap kali saya melihat orang-orang yang beruntung (read: beruntung versi saya dahulu kala adalah tentang pencapaian-pencapaian duniawi seperti cantik, banyak teman, menguasai banyak bahasa, pintar, lomba ini itu untuk sekolah, kaya, masuk barisan anak-anak populer, dannn lain lainnya), yang pertama kali terbesit di benak saya pasti "Dia beruntung banget ya. KEBAIKAN APA YA YANG DIA LAKUIN(?) sampai-sampai Allah ngasih semuanya ke dia." Haha dengan harapan, siapa tau kalau saya tau keywordnya, saya juga akan mendapatkan hal yang sama *tepok jidat sendiri*.
Sampai pada suatu saat, Allah mendatangkan pelajaran bagi saya.

Saya yang awalnya jauhhh dengan orang yang saya anggap beruntung tadi, akhirnya dari sebuah aktivitas yang harus kami lakukan bersama, berlarut-larut, menjadikan kami berdua dekat. Sepulang sekolah kami banyak menghabiskan waktu bersama karena intensive class untuk persiapan lomba, makan siang bersama, menyiapkan ini itu bersama. Semakin lama saya semakin mengetahui sebenar-benarnya hidup teman saya tersebut. Tidak seberuntung dan sebahagia yang tampak di mata saya sebelumnya. Hmmm... speechless. Siapa yang tau kalau ternyata semalaman dia menangis di kamarnya padahal paginya saya melihat dia begitu memesona dengan senyumnya yang ditebar ke seluruh penjuru sekolah, siapa yang tau kalau ternyata orang tuanya yang saya kenal sebagai salah satu pejabat di kota kami adalah pejabat yang baik hati dan menyayangi keluarganya tapi ternyata... ah sudahlah.

Sejak saat itu, saya menyadari...

Apa yang tampak belum tentu menggambarkan apa yang terjadi jauh di dalam hati.
Ketika melihat seseorang itu berparas cantik/ganteng, berprestasi, dengan keluarga yang terlihat baik-baik saja dan bisa dibilang memiliki kehidupan yang lebih dari cukup plus sholeh/ah, kebanyakan orang berpikiran bahwa ia hampir tak ada cacat dan akan selalu baik-baik saja bukan?

Padahal mungkin, deep down, ada bermacam masalah dan segala hal yang tak terungkap dan tersembunyi jauh di dalam dirinya.

Mudah menilai permukaan.
Tapi takkan pernah mudah untuk benar-benar paham dan mengerti apa yang sebenarnya ada, untuk bisa berempati sebagaimana seharusnya, bukan dari sudut pandang diri sendiri yang bahkan tidak berusaha paham.

Jangan mudah menyimpulkan. Masing-masing orang diuji dengan ujiannya masing-masing.

Walau saat ini mungkin dirimu merasa tidak berguna, bila dirimu terus berusaha menjadi kuat, akan tiba saatnya untuk menyelamatkan dunia!!!
continue reading Ujian Masing-Masing Orang

statistics

Bukan pakar, mari sama-sama belajar. Pun bukan ahli, mari saling berbagi | Melangit dan Membumi

Diberdayakan oleh Blogger.

Contact