Selasa, 26 September 2017

TEMAN HALAL

Assalamu’alaikum


Menurut kamu, apa sih halal itu?

Halal adalah yang tadinya “gaboleh” jadi “iya gapapa”, yang tadinya “jangan deket-deket” jadi “sini jangan jauh-jauh” #jawabanterHALAL *lempar sandal*. Atau #jawabanterJOMBS bahwa halal adalah suatu kata yang sering diimpikan oleh seorang single *guling-guling di pasir*. Atau ini nih #jawabanterBAROKAH bahwa halal adalah salah satu misi untuk mencapai visi hidup: masuk surga tanpa ‘mampir’ ke neraka.



Saya pernah mengikuti Kuliah Halal Class gitu di suatu kampus negeri di Jogja... disitu juga ada expo makanan-makanan halalnya. Sebenarnya bahasan makanan halal itu (sepengetahuan saya) sudah booming sejak beberapa tahun yang lalu sih, karena mulai banyaknya kampus yang membuka prodi mengenai Teknologi Pangan atau yang berbau-bau pangan gitu lah ya pokoknya, dan ini berbanding lurus dengan masalah pembahasan mengenai halal. Pertamakali saya lihat event Halal Food Fair itu yang mengadakan salah satu kampus negeri di Kota Malang. Alhamdulillah nya, tahun ini kampus yang ada di Jogja juga punya acara setipe. Yeeayyyyy!!!! Saya rasa acara-acara macam gini tuh good event bangetttt. Walaupun udah booming seperti yang saya bilang tadi, tapi masih agak jarang ada event besar bertema kehalalan. Betapa beruntungnya saya pas nemu event ini dekat tempat domisili.



Keluar dari kelas tersebut, jadi muncul petak-petak berpikir di benak saya dan penuh tanda tanya untuk diri saya sendiri. Pertanyaan-pertanyaan itu bukan lagi terfokus pada makanan yang selama ini saya makan saja, tapi jadi melebar kemana-mana misalnya “apa yang selama ini gue ucapin, halal nggak ya?”, “uang gue, halal nggak ya?”, “ehhh gaji gue dikasih lewat bank konvensional, halal nggak ya?” dan seterusnya.


Terus saya mulai rajin untuk menggali ilmu ke majelis-majelis ilmu; baca buku; dsb mengenai halal ini, akhirnya saya punya jawaban versi agak benernya (karena mau seberusaha apapun, saya ini belum juga bener-bener huks), bahwa halal adalah gaya hidup untuk menginginkan perubahan menjadi lebih baik. Bukan hanya tentang perasaan, tapi tentang apa yang kita lakukan, perkataan yang kita ucapkan, makanan yang kita makan hingga uang yang kita dapatkan.



Dalam suatu kajian saya mendapatkan suatu kenyataan yang headshoot banget haha. Jadi disitu ustadnya bertanya pada audiens “Anda sudah merasa yakin bahwa dengan intensitas kerja Anda yang segitu; tingkat keseriusan kerja Anda yang segitu; kapasitas kemampuan Anda yang segitu untuk perusahaan Anda, Anda layak mendapatkan sejumlah gaji yang Anda terima saat ini? Anda pikir disisi mana keberkahan gaji Anda jika Anda mendapatkannya dengan kualitas yang tidak sebanding dengan apa yang perusahaan dan Anda akad-kan(?)!”

Seketika seperti ada petir yang menyambar kepala saya, sejurus kemudian hati saya pun langsung berucap “matikkkk gueee... gue di kantor sering yutupan di jam kerja padahal nggak ada hubungannya sama kerjaan. Gue juga ngerjain kerjaan sambil haha hihi kurang serius. Belum lagi gue sering ngomel kalau ditambah-tambahin kerjaan terus. Matiikkk matiikkk.” Begitulah kurang lebih yang hati saya ucapkan. Hiks. Sedihhhh nggak sihhhh...



Jadi begitulah...

Sesampainya saya di depan cermin, saya ngomong, “Kapan halalnya?” *ini bukan lagi nanyain Abang yang belum halalin adek ya #pingsandadakan*

Mungkin 96++% generasi millenial sekarang menjawab pertanyaan tersebut dalam frame “Aku dan Kamu sama dengan Kita” *emang udah kadung jadi anak baper sih ya, susah*, walau mungkin ada juga yang jawab “Alhamdulillah aku udah halal, karena insyaAllah makanan yang aku makan, halal”. Plisss laahhh yaaa *ngomong sambil kayang*, halal nggak melulu soal aku dan kamu yang lagi otw, tapi tentang apa yang kita lakukan; perkataan yang kita ucapkan; makanan yang kita makan; hingga uang yang kita dapatkan. Sudah HALAL kah kita????



Maka sejak saat itu pun saya berusaha untuk berjalan ke Gaya Hidup Halal (walaupun saya sadar hingga titik saat ini masih tidak welldone). Sejak beberapa bulan terakhir, setelah gajian, di hari yang sama saya langsung menarik seluruh uang saya yang ada di bank supaya tidak saya nikmati bunga bank nya. Saya pun sedang mempelajari mengenai pengajuan ‘tidak terima bunga’ pada rekening saya karena Alhamdulillah bank yang dijadikan transaksi oleh perusahaan saya (yang itu artinya menjadi bank rekening tempat saya bernaung dalam pengiriman gaji) memiliki fasilitas penghentian bunga bank untuk para nasabahnya. Saya juga sebisa mungkin memperbaiki pola kerja saya yang walaupun itu tidak lah mudah hehe. Saya pun mulai memperhatikan betul-betul mengenai makanan. Dulu saya asal no pork ya udah gasss aja makan, padahal harusnya kita tau bahwa beware food itu bukan terkait no pork aja, tapi ada banyak banget salah satunya khamr/baking powder (ini biasa ditemukan di kue-kue pastry. Tuh kan.. padahal kue mah keliatannya halal ya.. kue gitu loh haramnya darimana(?), eh tapi ternyata kita pun harus waspada sama bahan-bahan yang dipakai dalam pembuatan kue tersebut). Belum lagi mengenai nasi goreng, ada beberapa nasi goreng yang pernah didapati menggunakan angciu, ini sejenis bahan yang emang bikin masakan jadi endeus sih. Ya Allah emang yang gitu-gitu kenapa selalu enak yaaa *tepok pipi*. Angciu ini sari tapai yang difermentasi dan mengandung alkohol gitu. Padahal ya apa salahnya dengan nasi goreng yaa... eh tapi lagi-lagi, kita harus tau apa yang digunakan dalam setiap makanan yang kita makan. Kadang teman saya sampai terheran-heran kalau pas kami makan bareng dan saya merasa ada yang mengganjal di hati saya dan nanya-nanya tentang resep masakan ke penjualnya. Nanyanya jangan frontal, ya hehe biar tidak menyakiti hati yang bersangkutan, buatlah penjualnya nggak sadar kalau sebenarnya kita sedang ‘sidak’ #jengjengjenggg. Lalu mengenai fashion, seperti sepatu kulit; sandal kulit kita sudah tahukah kita terbuat dari kulit apa(?) Saya mendengar dari teman saya yang studi di negara berbasis Islam, untuk merk-merk tertentu dipampang bahan pembuatan fashionnya. Alhamdulillah, seperti ini akan lebih membantu kita ya.



Gaya hidup halal ini maksudnya kita mencoba menerapkan halal sebagai bagian dari kehidupan, memberikan dampak besar dalam hidup, KEBERKAHAN.

Sudah kah merasakan keberkahan dalam hidup?

Sudah sejauh mana hidup yang kita jalani bernilai berkah?

Banyak dari kita yang sebenarnya sangat berkecukupan. Tapi merasa serba kekurangan. Uang yang dibelanjakan makanan dan makanan yang kita makan, selanjutnya akan menjadi daging yang melekat pada tubuh kita. Makanan halal sekalipun, jika cara mendapatkannya tidak halal, maka fix haram. Huks.

Terus kalau haram emang kenapa? 40 hari doa kita dicancel, ditolak, pintu langit seketika tertutup untuk doa-doa kita. Jadi, jangan salahkan kalau hidup kita seringkali terasa sulit, ujian selalu menghampiri, masalah datang bertubi-tubi, cobaan silih berganti, padahal udah doa, padahal udah minta tolong sama Allah. Let’s check together!!! Jangan-jangan keberkahanNya telah Ia cabut... karena tidak halal. Ternyata, sekali lagi, halal itu nggak melulu soal aku dan kamu yang lagi otw, tapi tentang apa yang kita lakukan, perkataan yang kita ucapkan, makanan yang kita makan sampai uang yang kita dapatkan. Sudah halal kah kita?

Semoga kita menjadi pribadi yang semakin baik tiap harinya, semoga Allah memberkahi hidup kita dan mempermudah jalan kita untuk makin dekat denganNya, ya. Aamiin...



Wassalamu’alaikum.... 







0 komentar:

Posting Komentar

statistics

Bukan pakar, mari sama-sama belajar. Pun bukan ahli, mari saling berbagi | Melangit dan Membumi

Diberdayakan oleh Blogger.

Contact