Bahagia

Aku selalu memejamkan mataku saat angin dengan lembut membelai sekujur tubuh ini di alam bebas. Saat aku bisa mencium aura semak atau aroma embun. Atau saat aku merasakan suhu yang begitu menentramkan. Dan sesederhana itu, aku sudah bisa merasakan kebahagiaan.

-Kebun Teh Kemuning, Tawangmangu, Jawa Tengah-

Aku selalu senang dengan secangkir teh manis hangat. Saat aku bisa meneguknya ketika dingin memeluk. Saat hujan berjatuhan dan begitu basah. Atau saat lelah berangsur menguasai tubuhku. Aku suka meminumnya, dan sudah selayaknya kebahagiaan memang dinikmati pelan-pelan. Seirama dengan aku menyeruput secangkir teh manis hangat.

Aku selalu senang saat bapak menengokku dari balik pintu kamar, itu artinya bapak sedang tidak marah. Saat bapak hanya diam dan berdiri lalu melongokkan kepalanya, mengamati kamarku dan aku barang sedetik dua detik. Atau saat bapak mengelus kepalaku, atau saat beliau mengajakku sholat. Kebagahian itu dengan sederhananya datang meski lewat tingkah-tingkah kecil bapak

Aku selalu senang mengamati daun di sepanjang jalan menuju sekolah. Berjingkat-jingkat agar daun-daun yang berserakan gugur di jalan tidak terinjak oleh kakiku, supaya dia bisa terbang terbawa angin, menyentuh tanah di tempat baru.

Aku selalu senang menatap langit, terlebih saat dia menjingga. Tapi pesona langit malam tak kalah memikatnya. Luas..lepas! Menggambarkan penciptanya yang Maha Hebat. Fenomena pagi, siang, sore, dan malam yang begitu luar biasa terlukis dalam tuang kebiruan atau hitamnya langit. Aku suka saat mengamati semburat jingga matahari terbit yang selalu sabar mencinta bumi lewat terus menemani langit. Atau saat binar bertaburan di langit hitam, ada bulan dan bintang-bintang yang memamerkan kilaunya, aku bisa tersenyum tiba-tiba. Kebahagiaan datang tanpa menuntut bayar.

"Lalu...kenapa harus larut dalam kesedihan?" :)