Sabtu, 28 Mei 2016

What do you mean about "Positive Thinking"?

Saya selalu suka dengan kata-kata yang positif. Awalnya saya merasa sejalan dengan slogan "positive thinking". Hingga saya menyadari, it doesn't work on me.

Selama tahun 2015 lalu saya belajar banyak hal mengenai fase "positive thinking" saya ini. Konflik internal seringkali bahkan menjadi hal yang wajar adanya ketika kita menjalin hubungan atau komunikasi sosial pada suatu kelompok. Begitupun dengan kelompok yang saya tergabung didalamnya pada tahun tersebut. Namun, yang menjadi tidak wajar adalah ketika saya menyikapi konflik-konflik yang ada dengab pikiran "All is well". Saya pikir, dengan mindset yang seperti itu (postive thinking) akan menular ke yang lain dan dapat meredam konflik agar tidak semakin membesar. Awalnya hal itu berhasil, melewatkan konflik yang terjadi dengan begitu saja. Hingga akhirnya saya menyadari "ada apa-apa di hati saya dan teman-teman saya". Konflik-konflik yang kami pikir akan disembuhkan oleh waktu, nyatanya lama kelamaan malah seperti luka lecet yang tidak mau kita lihat dan langsung ditutup dengan plester tanpa terlebih dahulu diobati. Berhasil, awalnya memang tindakan semacam itu bisa meredam rasa sakit, tapi lama-lama luka lecet itu malah menjadi makin parah beleleran nanah, infeksi. Sakitnya berlipat-lipat ganda ketimbang diawal tadi.

Itu bak analogi mengenai sikap saya menyikapi konflik tadi. Seharusnya, konflik itu diselesaikan dengan tuntas, kita tidak bisa mengandalkan waktu untuk menyembuhkannya. Luka-luka (red: konflik) tadi harus berani dilihat dan dihadapi, walau mungkin akan sangat menyakitkan kala itu. Bukannya malah ditutup dengan segala pikiran "All is well", dan akhirnya malah menyimpan banyak luka bak bola salju yang siap menimbun diri kita sendiri.

Saya seperti membohongi diri saya sendiri kala itu. Berpura-pura kuat dan menjadi naif. Iya saya menjadi sedikit tenang di awal, tapi jauh di dalam lubuk hati saya, saya merasa perih. Gelisah karena apa yang saya coba pikirkan tidak selaras dengan hati saya yang nyesek. Huks.

Iya, kata-kata "positive thinking" itu tidak salah... kata-kata positif yang saya tanam dipikiran saya pun juga tidak salah... Yang salah adalah ketika saya menjadikan kata-kata itu mantra.
Mengulang kata-kata orang bijak bahkan ayat-ayat Al-Qur'an tanpa PEMAKNAAN.
Padahal mengulang bukanlah berpikir. Berpikir mengharuskan kita mengaitkan kejadian yang kita indra dengan informasi-informasi sebelumnya yang kita simpan di otak (Taqiyudin Annabhani). Saya (dan mungkin kamu) terjebak dengan istilah berpikir positif tanpa melakukan proses berpikir itu sendiri. Hanya mengulang-ngulang informasi tanpa melakukan pengaitan yang menghasilkan pemaknaan? Ahahaha... *lhoh kenapa saya ketawa? Hmm saya juga tidak tau kenapa saya ketawa*. Bagaimana bisa saya menyamakan aktivitas berpikir dengan membaca mantra? It's so embarrasing.

Sesuatu yang menarik terjadi ketika saya mencoba untuk mengambil jeda untuk berpikir... Saat sesuatu terjadi... Mengaitkannya dengan buku-buku yang saya baca, pembelajaran di kelas-kelas training, kata-kata orang bijak, kutipan hadis dan Al-Qur'an, bahasan dalam kajian-kajian islam dan bahkan film-film yang sata tonton...
Dan wow!!! *terus gue ngomongnya harus sambil kayang getoh?* *mohon saat membaca ini jangan sambil membayangkan kalo saya kayang ya*. Saya mampu menghadapinya dengan lebih damai dan efektif... Tanpa hati yang protes.

Proses berpikir positif yang sekarang saya pahami justru membuat saya jauh lebih mengingat Allah... Saya tidak lagi meneriakkan "Positive thinking! Positive thinking!" penuh euforia pada diri saya. Saya justru merasa lebih damai dengan kesadaran diri yang sekarang seringkali terlibat. Positive thinking itu tidak serta merta dimaknai selugas definisi dari gabungan dua kata postive dan thinking, tapi lebih dalam dari itu. Tentang cara berpikir, tentang sisi sudut pandangnya, tentang kedewasaan pemaknaan.


Salam,
Si gadis gersang yang masih perlu banyak disiram.

0 komentar:

Posting Komentar

statistics

Bukan pakar, mari sama-sama belajar. Pun bukan ahli, mari saling berbagi | Melangit dan Membumi

Diberdayakan oleh Blogger.

Contact