Adalah Galileo Galilei, konon kabarnya orang pertama yang membuat dan menggunakan teleskop untuk alasan astronomis. Galileo tahu, ada tempat-tempat yang sangat jauh di luar bumi. Pada saat itu, abad ke-16, lewat teleskopnya Galileo tidak hanya sampai pada kawah-kawah di bulan, ia bahkan meneliti fase venus dan menemukan satelit-satelit planet Jupiter. 4 abad setelahnya, Satelit Hubble yang mengorbit bumi diluncurkan. Temuan hubble mengonfirmasi bahwa bumi teramat kecil di alam semesta yang mahaluas dan maharumit. Dan selalu bertambah luas dan bertambah rumit.
Namun tentu saja, jauh sebelum hubble, jauh sebelum Galileo, bahkan jauh sebelum ada teleskop, sejak manusia mulai bisa menengadahkan wajahnya ke langit, mereka sudah tau bahwa mereka tidak sendiri dan mereka amat kecil.
Maka saya -yang dari bocah (ga)ingusan hingga sekarang selalu beranggapan bahwa jadi astronot itu keren- selalu menyukai perjalanan dan ketinggian. Karena variabel 'jarak' dan 'durasi' memberi efek kesadaran kosmik yang sangat saya suka: tentang betapa kecil dan tidak signifikannya manusia di alam semesta. Atau dalam istilah yang lebih populer "bagai remah-remah rengginang mikroskopis". haks
Manusia begitu kecil dalam ruang dan waktu, bergerak lamban, hanya mampu melihat dalam kisaran panjang gelombang cahaya 380 hingga 780nanometer saja, dan hanya mampu mendengar suara dengan frekuensi 20 sampai 20.000 Hertz saja. Jadi kenapa manusia yang superkecil, berumur pendek dan berkemampuan terbatas ini bisa begitu sombong, pongah, bising, sibuk sendiri, merasa paling benar, berbuat kerusakan, seolah-seolah hanya diciptakan untuk beroksidasi dan menempati puncak piramida makanan? apa sih yang kita cari di bumi yang fana ini??
Maka wahai monaliza yang jiwanya lemah, kau boleh jadi bukan siapa-siapa, ragamu boleh jadi teramat kecil, tak peduli bahkan jika hanya seukuran quark, tapi jadilah baik, jadilah benar, jadilah peduli, bukankah manusia diciptakan sebagai rahmat bagi seluruh alam?
#note to my self
0 komentar:
Posting Komentar