“Sungguh, manusia diciptakan bersifat suka mengeluh.” QS. Al Ma’arij (70): 19
Setiap kita, dikaruniai sebuah sifat dasar, yaitu suka berkeluh kesah.Mengetahui hal itu, dulu saya sempat mensalahartikannya, dengan menjadikan sifat-dasar-suka-berkeluh-kesah tersebut sebagai sebuah pembenaran. Setiap ada hal yang tak sesuai, secara spontanitas, keluh kesah meluncur mulus dari mulut. Menyebalkannya saya, setiap ada yang mengingatkan, saya akan menjawab, “Hehe.. wajar lah.. kan udah sifat dasar manusia suka mengeluh. Berarti saya ini masih manusia.” Tepok jidat! Dulu (kayaknya sampai sekarang juga deh. hiks. Maafkan), saya ini orangnya memang grasak grusuk. Belum tau tau amat, tapi sudah sok tau. Bagian ini, tentu tak layak tiru.
Hingga kemudian tabir-tabir pembatas antara ketidaktahuan itu luruh satu demi satu. Membuka sebuah pernyataan: selalu ada nilai kebaikan dalam setiap yang dikaruniakan-Nya pada kita. Tak ada satu pun yang sia-sia dari-Nya. Lantas, apa nilai kebaikan dari sifat dasar suka berkeluh kesah?
Sebagian besar kita, pasti sepakat bahwa suka mengeluh bukanlah hal yang baik, betul? Tapi coba telaah lagi.. bukankah sifat dasar suka mengeluh tersebut merupakan pemberian-Nya? Maka mungkinkah ia tak punya nilai kebaikan? Mungkinkah titipan-Nya sia-sia?
Mari kita lihat dari sudut pandang yang lebih luas. Saat ditimpa kesusahan, secara otomatis, kita akan berkeluh kesah. Ya, secara otomatis, karena memang Allah sudah mendesain manusia demikian. Keluh kesah merupakan ekspresi spontan ketika seseorang merasa sulit dan terhimpit. Maka, solusi dari keluh kesah adalah hadirnya pertolongan. Dari sekian banyak pertolongan yang ada, pertolongan siapakah yang paling mudah aksesnya? Pertolongan siapakah yang daya bantunya besar, bahkan seringkali melampaui batas akal kita? Pertolongan siapakah yang tanpa syarat? Dan pertolongan siapakah yang tanpa pamrih? Ya, pertolongan Allah. Maka sifat dasar keluh kesah yang dititipkan-Nya pada kita merupakan cara Allah menjaga kita agar tidak jauh dari-Nya.
Ibarat seekor kambing yang terikat dengan tali yang terpancang di suatu tiang, maka kambing tersebut tentu tidak bisa menjauh. Apabila ia perlahan mencoba menjauh pun, akibatnya adalah lehernya bisa terluka. Satu-satuya cara untuk tetap aman, yaitu berada dalam kondisi tak jauh dari tiang. Atau jika mau lebih aman lagi, mendekatlah hingga ke posisi terdekat dengan tiang. Pun demikian dengan kita. Allah berharap dengan sifat dasar keluh kesah yang Dia berikan, kita menyadari bahwa penyebab utama atas terancamnya diri kita akan suatu kesulitan adalah perbuatan kita sendiri yang menjauh dari-Nya. Sehingga, melalui kesadaran ini, kita jadi waspada dan tak mau lagi jauh dari Allah, bahkan semakin mendekat kepada-Nya.
Maka tak heran bila kebanyakan kita bertaubat dengan taubatan nasuha, sesaat setelah mendapatkan kesusahan yang sangat berat. Tapi.. untuk menjadi pribadi yang lebih baik, tentu tidak harus mengalami kesusahan terlebih dulu kan? Sebab kalau harus begitu, khawatir ketika dihadapkan pada kesulitan, justru bukannya berbenah jadi lebih baik, malah jadi lebih buruk lagi karena tidak siap menghadapi. Hiii.. sereeem.
Kita tak akan pernah bisa menghilangkan berbagai sifat dasar yang telah melekat sedari proses penciptaan. Yang bisa kita lakukan adalah memilah dan memilih penempatannya. Maka berkeluh kesah sangatlah diperbolehkan, apabila ia justru menyadarkan bahwa kita membutuhkan pertolongan-Nya. Sebab sungguh.. hanya Allah saja lah yang sangat senang mendengarkan keluh kesah seorang hamba. Layaknya sebuah nyanyian merdu yang barangkali.. sangat jarang terdengar apabila kesenangan sedang menguasai.
Berkeluh kesahlah di hadapan-Nya, sebab itu menjadi bukti bahwa kita yakin, pertolongan terbaik, hanya akan datang dari-Nya. Berkeluh kesahlah di hadapan-Nya, sebab bisa jadi pula.. keluh kesah kita merupakan lagu langka, saking jarangnya.
0 komentar:
Posting Komentar