Selasa, 23 Februari 2016

Romantika dalam Angkot

Ada banyak hal yang saya pelajari di angkot. Tentang suka dan tidak suka. Yaaa maklum, dua bulan terakhir ini saya jadi angkoters gitu, sejak saya dan si hitam dipaksa putus oleh orang tua saya *eh lhoh*. Saya dihukum tidak boleh naik motor kesayangan (si hitam) lagi akibat tragedi 'dalam kurun waktu 1 semester saya malang melintang di aspal dua kali'. Orang tua saya berkesimpulan bahwa saya tidak becus naik motor. Pengalaman saya jadi rider sejak bau kencur diragukan. Hiks. Ini pait bangettt... naik kendaraan umum bagi orang yang buta akan rute angkutan umum itu kutukan untuk orang seperti saya. Untung angkot Tembalang satu jenis doang. Coba saya harus ngangkot di Bogor (yang amazing sekali jumlah angkot beserta nomor-nomor tujuannya), deuhhh bisa-bisa saya naik turun angkot bukan karna udah nyampe tujuan, tapi karna salah angkot -,-

Angkot, supir angkot dan penumpang angkot menawarkan banyak sekali pengalaman dan cerita.

Saya pernah bertemu supir angkot baik hati yang tidak memungut ongkos. Benar sekali. Saya lupa bawa uang saat itu.

Saya pernah sedikit berdebat dengan supir angkot tentang nafkah anak & istri karena menurutnya bayaran saya kurang. Dan saya sering sekali bertemu supir angkot yang seenaknya memberi uang kembalian. Dari sana saya belajar untuk selalu membayar ongkos dengan uang pas. Selain itu, saran untuk angkotholic sekalian, biasakan membayar setelah turun angkot. Dan setelah membayar, segera pasang langkah seribu dalam rangka menggagalkan rencana supir angkot untuk bilang “kurang neng”. Haha.

Saya tidak suka jika harus mengetem di angkot. Menurut saya mengetem hanya salah satu bentuk kebutaan terhadap probabilitas. *tsah!*. Mengetem untuk menunggu penumpang di satu spot sama saja artinya dengan melewatkan penumpang-penumpang yang bisa saja sedang menunggu di spot lain. Jadi mengetem itu –tentu saja- tak memberi nilai tambah. Makanya saya sangat kesal jika angkot yang saya tumpangi mengetem.

Ada beberapa trik yang biasa saya lakukan kalau supir angkot ngetem. Pertama, Mengetuk-ngetuk kaki. 70 ketukan per menit. Tak lebih. Jika tak ingin dianggap tremor. Akan lebih sempurna jika diikuti dengan melihat jam tangan tiap 20 detik. Dan Anda akan terlihat seperti bagian dari orang-orang professional yang berkejaran dengan waktu. Atau jika anda sedang tidak beruntung, anda akan terlihat sedang kebelet p*pis. Biasanya setelah melakukan ini, supir angkot –karena ingin disebut professional- akan terlihat agak panik dan menyalakan mesin angkotnya.

Jika trik ini belum berhasil, biasanya saya langsung angkat suara “ini mau berangkat kapan Pak?”.  Dan si abang angkot –seperti sudah hasil konferensi supir angkot sedunia- akan menjawab “bentar lagi mbak”. Ini utopis. Mungkin karena “bentar” atau “lama” itu relatif. Lebih spesifik, relatif tergantung profesi. “bentar” untuk supir angkot di seluruh dunia pada umumnya sama dengan satu abad untuk penumpang di seluruh dunia pada umumnya. Tapi setidaknya dengan bertanya seperti itu, supir angkot sudah mulai merasa tidak enak.

Jika trik ini masih belum berhasil juga, maka lakukan yang terakhir: melenggang tanpa dosa keluar dari angkot dan mencari angkot yang lain. Tak perlu khawatir tak ada angkot lagi, angkot di Tembalang adalah sesuatu yang omnipresent, ada dimana-mana. Tak ada jurusan yang sama, anda bisa naik jurusan yang berbeda.Tapi saya tidak jamin anda sampai tujuan *eaaa. Jika melakukan ini, biasanya supir angkot akan kesal. Tapi siapa suruh bikin kesal duluan? Sebenarnya ada lagi trik lain. Tapi tidak saya sarankan: buang ingus ke supir. Yep, Ini terlalu beresiko. Dan yah, tidak dewasa.

Selain soal mengetem yang menyebalkan, saya selalu paling suka memerhatikan tingkah polah penumpang lain. Yup, memerhatikan tingkah laku manusia dan menerka-nerka apa yang sedang mereka pikirkan bagi saya adalah sesuatu yang sangat menarik. Ada yang sibuk sms an, BB-an, bengong, mainin kuku, ngobrol sama temen-temen, ketawa-ketiwi ngomongin dari A sampe Z trus A lagi, sampe yang pegang-pegangan tangan sama pacar. Wew.

Saya membagi penumpang angkot ke dalam 4 kelas berdasarkan kesotoyan saya. Pertama, orang yang saya kenal dan berangkat bersama saya menuju tempat yang sama.*apa deh*. Kedua, orang yang saya kenal tapi berbeda tujuan. Ketiga, orang yang saya tidak kenal tapi saya kenal (?) *Anda mungkin pernah rutin naik angkot dengan jurusan yang sama dengan jadwal sama, sehingga sering sekali bertemu dengan orang-orang yang sama –yang anda tidak kenal- naik angkot yang sama dengan jadwal yang sama, ya, anda tidak kenal, tapi seperti sudah mengenali mereka*. Kelas terakhir yaitu orang yang sama sekali tidak saya kenal dan saya tidak peduli kemana tujuannya. Klasifikasi yang tidak mudah -_-“.

Jika saya mood, tak jarang saya selalu mencoba berinteraksi dengan penumpang kelas 4. Tapi karena di kota besar, berinteraksi dengan orang yang tak dikenal dianggap tidak aman dan tidak wajar, maka keinginan itu sering sekali saya kubur dalam-dalam. Yang paling sering saya lakukan adalah mencubit bayi penumpang dan sok akrab dengan ibu si bayi. Biasanya ibu si bayi akan memastikan saya aman untuk bayinya. Saya bersyukur dianugerahi wajah innocent seperti anak TPA pulang mengaji, karena ini modal untuk saya sehingga biasanya dianggap tidak membahayakan.

Saya juga sering sok akrab menawari penumpang lain makanan yang sedang saya makan. Tak jarang yang tak menolak. Tapi sering juga yang langsung memasang tampang aneh dengan lirikan mata lo-pikir-gw-bisa-dihipnotis?. Belakangan hal ini memang jarang saya lakukan, atas pertimbangan kelangsungan hidup.

Dan dari awal, yang selalu paling menarik di angkot adalah menyimak obrolan anak kecil. Coba saja kalau tidak percaya... beberapa obrolan anak kecil yang pernah saya ingat adalah seperti ini:

Anak kecil 1: kok kamu nggak dijemput mbakmu?

Anak kecil 2: iya mbakku lagi ada try out (spellingnya dia: tri ot)

Anak kecil 1: tri ot itu apa?
Anak kecil 2: tri itu tiga, out itu keluar. Jadi kalo tiga kali nggak bisa, dia harus keluar *tampang sotoy optimal*

Anak kecil 1: hoo... iya iya tiga kali harus keluar *ngangguk2*

Saya: ???

Ada lagi,,

Anak kecil: mama, kenapa anak kecilnya bisa meninggal?

Mamanya: ya jatoh dari kuda

Anak kecil: tapi kok bisa jatoh?

Mamanya: itu kudanya ngamuk, ya anak kecilnya jatoh

Anak kecil: tapi kan kudanya ada yang jaga ma?

Mamanya: ya namanya juga kuda ngamuk

Anak kecil: emang ngga dipegangin sama yang jaga?

Mamanya: ya kan kudanya ngamuk, jangankan anak kecil, orang gede aja bisa jatoh

Anak kecil : trus anak kecilnya luka-luka ma?

Mamanya : ya iya dong

Anaknya: emang apanya yang luka ma kok bisa meninggal?

Mamanya: *aargggh* yemeneketehe, nanya terus ih.

Ada lagi,

Anak kecil 1 : aku mau ke kebun binatang. Aku mau lihat binatang yang paling aku suka di dunia ini

Anak kecil 2: emang kamu paling suka apa?

Anak kecil 1: tyrex

Anak kecil 2: tyrex kan udah punah

Anak kecil 1: bisa aja masih tersimpan di suatu tempat, telurnya gitu..

Anak kecil 2: iya sih, waktu meteor jatuh, dia kan ngga ngancurin dunia, dia cuma ngancurin dinosaurus

Adalagi,,

Anak kecil 1: ih, panas ya?

Anak kecil 2: iya ih panas

Anak kecil 1: kamu juga kepanasan?

Anak kecil 2: iya, panas

Anak kecil 1: coba aku duduk disitu

*tukeran tempat duduk*

Anak kecil 1: ih, ini sih ga panas.. kamu dilindungin stiker jadi ga panas.. aku yang panas

Anak kecil 2: hehe iya juga ya



Menggelitik, konyol, imajinatif, tak terbendung, tak terduga. Hmm, anak-anak… saya selalu rindu jadi mereka.

Itu hanya beberapa, masih baaaanyaak lagi.

Angkot punya romantika tersendiri. Maka coba saja, naik angkot. Temukan romantikanya. Dan jika anda beruntung anda akan mendengar obrolan anak-anak kecil yang luar biasa. Kadang angkot juga bisa menjelma mesin waktu, yang akan membuat anda seperti kembali ke masa lalu *tsah!*

Kok promosiin angkot, Mon?
Bukan. Saya bukan duta angkot. terimakasih.

0 komentar:

Posting Komentar

statistics

Bukan pakar, mari sama-sama belajar. Pun bukan ahli, mari saling berbagi | Melangit dan Membumi

Diberdayakan oleh Blogger.

Contact