Rabu, 14 September 2016

GRADUATION AND THE STORY BEHIND (Jilid 2)

Orang bilang, masa remaja adalah masa-masa pencarian jati diri(?). Sayangnya, fase awal kuliah itu ada pada rentang usia yang orang sebut remaja (pertengahan) tadi. Padahal, jika melihat sistem kuliah, hal ini sangat berbeda dengan sistem pada jenjang sekolah kita sebelum-sebelumnya. Kuliah akan menjadikan kita berfokus pada bidang ilmu tertentu saja, tidak semua mata pelajaran ditumpahkan ke kepala kita. Untuk orang seperti saya yang malas otaknya diisi dengan banyak isi(?) sih menyukai sistem seperti di bangku kuliah ini. Hemat saya, dengan sistem seperti itu bisa paham yang sepaham-pahamnya pada satu bidang khusus (dengan tidak menampikkan bahwa jadi multitalent itu tetaplah suatu hal yang keren sih).
Dengan segala ke-istimewa-an dunia perkuliahan (read: gerbang spesifikasi ilmu yang akan kita tekuni dan siapa tahu bisa jadi salah satu jalan kita bermanfaat), penting untuk dipikir matang-matang. Namanya juga ‘gerbang’, cuy. Salah perhitungan masuk gerbang, bakal bikin repot jalan ke depan.

Apes banget memang untuk jurusan-jurusan yang tidak terlalu ‘mencolok’ di kalangan masyarakat awam, karena bisa jadi, disitu berkumpul anak-anak remaja (pertengahan) yang sebenarnya galau menentukan arah hidupnya, dan akhirnya berpikir ‘daripada gw nggak kuliah ye kan? Babeh punya biaya juga buat nguliahin.’ Atau ‘nggak apa-apa setahun disini dulu, ntar tahun depan nyoba jurusan yang gw pengen.’ Atau ‘Gw pengen nyenengin orangtua, mereka pengennya gw disini.’ Atau tipe selanjutnya ‘Gw nggak ngerti sih ini jurusan apa dan mau ngapain.’ Hmmnyehhh. Dan masih banyak lagi. Ini yang biasa kita sebut ‘salah jurusan(?)’.
Well, menurut saya pribadi sih... nggak ada yang namanya salah jurusan hehe. Saya selalu percaya bahwa yang pertama kali Allah berikan kepada saya adalah yang menurut Allah terbaik bagi saya. Maka, saya selalu belajar mencintai pemberian Allah walaupun saya saat itu masih belum paham apa rencanaNya.

We have a choice for every condition. Termasuk saat kita merasa ‘salah jurusan’, menjalaninya dengan tulus ikhlas, atau memandangnya sebagai sebuah kegagalan hidup yang lama kelamaan tanpa kita sadari akan menggerogoti hidup kita *dialog sinetron -_- *
Untuk pilihan yang kedua tersebut, imbasnya besar banget selama proses keberjalanannya. Saya banyak mendapati teman-teman saya yang memilih opsi kedua tersebut, malah seperti menghancurkan dirinya sendiri. Mulai dari nggak pernah masuk kelas, sakit psikis, sampai fisik juga kena. Dan baru saja kemarin, saya punya teman yang dia punya teman nah teman dia itu *ribet sih mon!* sudah 8 tahun kuliah hampir kena deadline drop out, dan dia memilih untuk menyerah, pulang kampung tanpa bawa ijazah. Bayangkan coba, bayangkaann *menerawang ke langit* . Karena daya juangnya minim tadi akibat menjalani hal yang menurutnya ‘enggak gw’ Astagfirullah... hmmm. Sedih ya.

Wajar memang, ketika ekspektasi *masuk jurusan X* kita tidak sesuai realita, dan akhirnya kita malah tersesat di suatu jurusan antah brantah yang tidak kita harapkan, ada perasaan menyesal di dalamnya. Dulu saya juga begitu hehe, jurusan saya ini (yang akhirnya saya jalani dengan riang gembira hingga lulus) bukan merupakan jurusan awal yang saya harapkan. Kala itu saya sibuk berandai-andai, 'andai saya rajin belajar dulu' 'andai saya mau melakukan ini itu' 'andai saya bla bla bla'. Banyak pisan euy andai-andainya waktu itu. Sampai saya sadar, oke... Ambillah pelajaran dari masa lalu, tangisilah kebodohan-kebodohan dan kedurhakaan-kedurhakaan yang pernah kita lakukan di masa silam sebagai bentuk penyesalan dan pertanggungjawaban ke Allah. Tetapi jadikan tangisan itu menjadi penggerak untuk menuju iman yang lebih bersih, ibadah yang lebih khusyuk, dan amal yang lebih baik. Bukan untuk membuat kita terkungkung didalamnya. Menyibukkan diri dengan berandai-andai justru akan menjadikan jiwa rapuh dan mental sakit. Tak ada manfaatnya mengenang masa lalu dengan sibuk berandai-andai. Masa lalu tak pernah menjadi pelajaran, kecuali kita melihatnya dengan pikiran yang jernih, jiwa yang tenang, hati yang bersih, sikap yang baik, dan perasaan yang ridha dalam menerima takdir.

Sungguh, ketika kita mendapati suatu masalah, bukan masalah itu sendiri yang sebenarnya tepenting, tapi penyikapan kita terhadap masalah itulah yang lebih penting.

Disadari atau tidak, perasaan tidak mencintai dan tidak menerima dengan ikhlas jurusan yang sudah kita masuki ini akan berimbas ke kegamangan kehidupan paska kampus -_- serius deh. Masuk kuliah bingung, keluar kuliah tambah berkali-kali lipat bingungnya untuk menentukan arah. ‘Gw mau ngapain habis ini yak(?)’ Sungguh derita mana lagi kah yang kamu dustakan(?) *lhoh*
Yang cinta jurusannya saja masih banyak yang bingung ilmunya mau dibikin apa setelah lulus, apalagi yang nggak cinta mungkin banyak lagi kebimbangannya.

Maka, entah kamu remaja (pertengahan) yang kata orang masih masa pencarian jati diri tadi itu, mulailah menjadi kuat di atas kakimu sendiri. Mulailah berpikir panjang untuk setiap langkah keputusan yang kamu ambil. Saya rasa, kita sepakat deh kalau apa yang terjadi pada kita di masa depan adalah buah dari setiap keputusan dan sikap kita hari ini.
Kondisi hidup itu akan yang berubah-ubah, maka dari itu perlu dibarengi dengan perencanaan yang matang, untuk meminimalisir resiko dari setiap keputusan. Termasuk keputusan ketika memilih jurusan :)
Jikapun kita sudah berada dan terlanjur masuk ke jurusan yang tidak sesuai dengan ekspektasi kita, itu tadi... kita selalu punya pilihan untuk menyikapinya. Tergantung mau pilih cara penyikapan yang mana(?)

Yuk, rencanakan masa depan sebaik mungkin.Terkadang, akan sejauh mana kita melangkah nanti biasanya ditentukan oleh sejauh mana kita sudah berpikir saat ini.


-to be continued-

0 komentar:

Posting Komentar

statistics

Bukan pakar, mari sama-sama belajar. Pun bukan ahli, mari saling berbagi | Melangit dan Membumi

Diberdayakan oleh Blogger.

Contact