Minggu, 31 Mei 2020

Insomnia

Aku sayangggg banget lah sama orangtuaku. Apalagi setelah aku punya anak, makin nambah berkali-kali lipat sayangku ke mereka. Bukan. Bukan karena tahu beratnya jadi orangtua ngurusin anaknya, tapi karena tahu gimana sayang orangtua ke anaknya. Jadi sebagai anak, aku makin sayang ke orangtuaku. Kamu bingung sama kalimatku ya? Aku dak bingung kok #lhah.

Mulai SMA, aku jarang bareng sama orangtua. Apalagi pas mulai merantau dari kuliah, kerja, ikut suami internship; aku nggak hidup sama orangtuaku.


Dulu, waktu suamiku datang ke rumah. Beliau minta ke orangtuaku untuk mengajakku hidup di kampungnya yang jauh di Lombok Timur sana. Orangtuaku waktu itu maju mundur memberi keputusan. Ehhh tapi yang datang ke orangtuaku mau ngajak aku hidup jauh semua wkwkwkw. Cedih lah orangtuaku dak punya pilihan yang paling asique. Akhirnya setelah melalui doa dan diskusi dengan Allah, pilihan jatuh ke suamiku ini.


Aku dulu dak mikir. Aku ralat. Aku anaknya telat mikir. Dulu aku santai marantai macem di pantai dapat suami orang mana aja. Dak mikir suami malahan 😧 jadi pas dikawinin iya iya aja. Padahal orangtuaku yang tadinya maju mundur itu karena udah mikir bahwa disisa hidup anak perempuannya akan sangat jauh fisik dari mereka untuk selamanya, dak kayak merantau sekolah yang ada angan lulus dan bisa tinggal di rumah bersama mereka, kuatkah hati mereka(?) Kira-kira begitu kalau dibahasakan dengan bahasaku.


Sekarang alhamdulillah aku dikasih kesempatan tinggal sama orangtuaku karena suami dapat kerja di kota kelahiranku. Bahagiaaaaa banget rasanya. Aku yang ekstrovert dan tenaganya recharge kalau lihat dan kumpul sama orang jadi dak masalah ditinggal suami kerja siang malam karena ada bapak dan ummi yang selalu nemani dan kelakuannya bikin aku ketawa. Aku baru mengenal orangtuaku setelah 1 tahun hidup seatap dengan mereka. Dulu, aku hidup sama mereka saat aku masih 'kecil', aku dak terlalu bisa 'mengenal' mereka, setelah itu aku merantau hampir 9 tahun. 


Aku dan suamiku akan tetap tinggal di Lombok. Tapi entah kapan tergantung cerita hidup membawa. Tiap ingat itu, aku pengen nangis bayangin orangtuaku sendirian di masa tuanya, betapa sepimya tanpa anak cucu. Tapi tiap lihat suamiku, aku juga sedih karena dia juga seorang anak yang jauh dari ibunya. Pasti rindu sekali. Khawatir setiap waktu pada ibunya yang tinggal sendiri disana.


Bisa dak ya kita semua tinggal bersama(?)
Aku, suamiku, anak-anakku, orangtuaku, mertuaku...
Dak usah jauh-jauhan lah kita

0 komentar:

Posting Komentar

statistics

Bukan pakar, mari sama-sama belajar. Pun bukan ahli, mari saling berbagi | Melangit dan Membumi

Diberdayakan oleh Blogger.

Contact