Selasa, 14 Januari 2014

'PRESTASI' Bukan tentang Pencapaian Dirimu Semata, Tapi juga tentang Mereka

Bismillahirrahmanirrahim..

Prestasi prestasi prestasi aaaa... Sore ini niatnya hanya untuk ngobrol-ngobrol ringan dengan kawan ya. Tapi ternyata dari obrolan yang saya harapkan sederhana jadi buat saya berpikir. Gemes sih dengar kawan meratap karena merasa sudah dua tahun di sini tapi tak menelurkan prestasi. Inget diri saya zaman dulu sebenarnya, makanya gemes hahaha. Yayaya, izinkan saya sharing true story ini yah :') Ini mengenai salah pemahaman...
 
Dulu saya juga pernah berpikir bahwa berprestasi itu ditandai dengan sederetan kemenangan, piagam penghargaan, dan riuhnya tepuk tangan. Berprestasi bagi saya juga ditandai dengan serangkaian kumpulan karya yang bertebaran, diri yang dikenal banyak orang.
Pemahaman akan hal ini pada akhirnya menjadikan saya seorang yang sangat ambisius. Hingga semua indikator berprestasi yang persis seperti demikian pun saya dapatkan selama tahun 2013 lalu. Saya pun bertumbuh menjadi seorang public speaker (abal-abal sih haha). Perlahan mulai banyak yang mengundang untuk sharing, banyak mendapat piagam penghargaan, dihujani riuh tepuk tangan, kejuaraan nasional.
Tapi anehnya.. sungguh sangat aneh.. ketika semua itu terwujud, saya TIDAK BAHAGIA sama sekali. SeriouslyJanggal. Ada sesuatu yang kosong entah apa. Gelisah, tidak tenang sama sekali. Sampai pada tahap sering dipuja, tapi melamun setelahnya, kebingungan. Hal-hal sederhana seperti makan dan tidur pun sama sekali tidak nyaman. Saya kehilangan kesederhanaan dalam kebahagiaan. Ya Allah.. kalau ingat lagi, sungguh saya tidak mau terulang.
Maka di titik itu saya mulai menyadari sesuatu. Saya baru sadar bahwa langkah saya terlalu jauh meninggalkan orang-orang terdekat. Saya menjadi sulit dijangkau. Langkah ambisius saya itu ternyata menciptakan jarak yang membuat saya seakan berbeda dengan mereka yang menemani hari-hari saya dulu. Ya teman, ya sahabat, semua berjarak. Rasa tidak bahagia ini ya nyatanya akibat ulah sendiri. Mentafakurri salah langkah tersebut, saya banyak mengambil pelajaran setelahnya *netes-netes*

Melalui fase kehidupan yang salah pemahaman itu, jawaban inilah yang saya berikan pada kawan saya yang meratap mengenai prestasi yang saat ini hanya dia definisikan dalam bentuk medali, punya piala, dikenal, pegang jabatan di kepengurusan, dll (tadi dia nyebut banyak lagi dari itu, tapi sayanya lupa. punten yah hehe)..
Yuhuu... Makna berprestasi bukanlah tentang seberapa banyak medali, piala, atau piagam penghargaan yang didapat dari lomba-lomba yang dimenangkan. Bukan juga tentang tingkat popularitasmu di mata publik, bukan tentang jumlah keberlimpahan harta, bukan tentang riuhnya tepuk tangan, atau banyaknya jumlah permintaan tanda tangan (ini malah berasa artis banget coy -_- ). Bukan tentang itu.
Berprestasi yang sebenarnya adalah ketika segala pencapaian diri tak hanya membahagiakanmu, tapi juga orang-orang terdekatmu. Dan ini hanya bisa didapatkan bila menggapai segala prestasi dijalani melalui proses kebersamaan, bukan kesendirian. Jangan sampai ambisi melumpuhkan logika, sehingga langkah-langkahmu menyakiti orang-orang terdekat yang mendukungmu.
“If you want to go FAST, go ALONE. But if you want to go FAR, go TOGETHER” – (cakeppp nih kalimat :D )
Dan tentang deretan penghargaan, percayalah.. itu hanya bonus. Bukan indikator sebuah prestasi. Ini saya berikan sebuah analogi, semoga semakin mudah dipahami.

Apakah kamu punya ibu? Apakah beliau memiliki sederetan penghargaan sebagai “Ibu Terbaik”? Lalu apakah setiap yang dilakukannya mendapatkan riuh tepuk tangan? Tidak kan. Tapi meski demikian, kenapa setiap ibu kita tetaplah kita sebut sebagai ibu terbaik bagi kita? Ditambah lagi.. kenapa bisa tanpa penghargaan dan pengakuan publik, kita tetap begitu menyangi ibu kita? Coba renungkan.. kenapa?
Sadarkah.. perasaan sayang kita pada ibu, itu karena ibu kita melakukan yang TERBAIK yang bisa dilakukannya sebagai seorang ibu. Dan kebahagiaan yang mengalir ke dalam diri ibu kita, disebabkan karena ibu tidak terlalu banyak berekspektasi akan respon anggota keluarga yang diberikan pelayanan terbaik darinya, sehingga pujian kita, kasih sayang kita.. bagi ibu adalah BONUS.

Maka indikator berprestasi yang sebeneranya adalah ketika kita melakukan yang terbaik, sebagai siapa pun diri kita saat itu. Kita sebagai anak, maka kita berprestasi dengan cara berbakti dan patuh pada orangtua. Kita sebagai mahasiswa, maka kita berprestasi dengan terus menggali ilmu, dan memanfaatkannya dalam kehidupan. Kita sebagai pasangan (apa banget sih lu Mon -_- ), maka kita berprestasi dengan setia dan melayani dengan tulus. Kita sebagai teman, maka kita berprestasi dengan saling mengingatkan dalam kebaikan. Dan yang paling utama, indikator prestasi tertinggi kita adalah RIDHO ALLAH Subhanahu wata’alla. Setiap prestasi haruslah mampu menghantarkan kita semakin dekat pada Illahi Rabbi, barulah membuat sesama semakin mencintai.
Sederhana bukan? Ya memang begitulah. Kita semua akan berprestasi ketika kita peka dan bersyukur atas hal sesederhana apapun yang kita capai dalam kehidupan kita.
“Berprestasi terkait erat dengan kebahagiaan. Dan kebahagiaan, seringkali terlahir dari sebuah kesederhanaan.” – Itu bagi saya :')

0 komentar:

Posting Komentar

statistics

Bukan pakar, mari sama-sama belajar. Pun bukan ahli, mari saling berbagi | Melangit dan Membumi

Diberdayakan oleh Blogger.

Contact