Minggu, 23 Oktober 2016

Solitude

Setelah beberapa saat lalu karena saya penasaran dengan istilah logore, yang terdengar kece di telinga saya, muncullah bohlam lampu di dalam kepala saya. Saya melaksanakan asas pencaritahuan pengetahuan, atau bahasa kekiniannya, kepo(?). Saat mencari, nyangkut lah istilah solitude. Wiiii, ini terlihat kece juga di mata saya. Bertransmigrasi lah ke-kepo-an saya dari logore ke solitude. Ada hal menarik mengenai solitude ini...

Di dunia yang riuh seperti sekarang, dimana pelatihan kepemudaan atau kepemimpinan selalu diisi dengan materi semacam: team work, team building, public speaking, how to influence people, dan semacamnya, menurut saya kita jadi lupa makna pentingnya kemampuan menghandle kesendirian *hazeggg*.

Kemampuan untuk memaknai sendiri sebagai “solitude” dan bukannya “loneliness”. Kata “solitude” ada untuk menggambarkan 'the glory of being alone'. Solitude matters.

Kita hidup di zaman yang penuh dengan motivasi untuk berbuat sesuatu yang ‘besar’. Identik dengan menginisiasi pergerakan atau ‘being somebody’ (read: obsesi ketokohan) diantara orang banyak. Semua itu diarahkan untuk menuju perubahan yang lebih baik. It’s good, agama kita juga kan mengajarkan tentang amal jama’i atau hidup berjamaah, right?

Tapi seharusnya pun kita jangan lupa, dalam hidup ini ada perubahan-perubahan yang bisa dibawa oleh orang-perseorangan, dalam waktu yang ‘saat itu juga’. Ingat Tugce AlBayrak? Seorang gadis Jerman turunan Turki yang berani menghentikan sekelompok pemuda yang melecehkan dua orang gadis di toilet restoran di daerah Frankfurt, dan akhirnya wafat karena ditinju di bagian wajahnya oleh pemuda-pemuda tadi di parkiran. Eh, nggak usah jauh-jauh sampai ke Jerman dan bicara tentang kasus menghentikan pelecehan yang butuh keberanian superb besar deh, kasus-kasus yang sering kita temui sehari-hariiii aja: orang merokok di tempat umum atau buang sampah sembarangan, berani nggak kita menghadapi orang-orang semacam itu dan menegurnya saat kita sedang sendirian?
Well, kita bisa menginisiasi pergerakan #stopharassment misalnya, tapi kita juga butuh perubahan yang dilakukan saat itu juga. Tindakan berani yang dilakukan Tugce contohnya.

Kita bisa berani dan idealis saat berkumpul bersama orang lain, tapi saat sendiri? Itulah kondisi sebenarnya untuk mengetes seberapa teguh kita pada kebenaran.

Akhir-akhir ini, kita dengan mudah ‘blown away’ oleh pertunjukan di media tentang pemimpin yang ngamuk lah, muntab karena mergokin suap lah, dan kasus umbar amarah lainnya. Tapi sadar nggak sih kita (terutama saya), ‘the real deal’ itu nanti waktu pemimpin tersebut sedang jauh dari sorotan kamera dan dihadapannya terhampar kesempatan untuk menggemukkan pundi-pundi kekayaan, misalnya.
Yupssss, karena orang-orang yang bermain dengan uang panas itu less likely akan muncul ke hadapan mereka dengan membawa rombongan pengantin sunat, menghaturkan sambutan-sambutan dari tokoh masyarakat setempat, diiringi tarian rampak kendang dan apalagi... pewarta berita. Disitulah keteguhan pribadi seorang pemimpin akan diuji sepenuhnya. Saat dia sendiri, nggak ada siapapun yang menyaksikan dirinya yang sedang menolak suap, nggak akan ada headline berita di media masa.

Yang terakhir, sadarkah kita, kesendirian itu sering dijadikan hukuman? Penjara misalnya. Bentuk isolasi itu akan menjauhkan kita dari lingkungan yang familiar dengan kita, hak-hak kita. Contoh lain: Pembunuhan karakter. Bayangkan dari orang yang tadinya dianggap teman atau bahkan dipuja lalu kemudian dihujat-hujat. Itu bentuk kesendirian juga lhoh.

Atau dalam kehidupan sehari-hari: dikucilkan. Euhhhh, berapa banyak ABG yang ikut-ikutan hal-hal buruk karena ketakutannya akan dikucilkan teman-teman se-geng *boy bandnya*(?)

Maka, berteman baiklah dengan kesendirian dengan mengetahui bagaimana cara menghandlenya. Karena saat kita memaknai kesendirian itu sebagai “solitude” dan bukannya “loneliness”, kesendirian tidak akan pernah bisa menghukum kita saat kita berada dalam kebenaran.

Hmmm bicara itu sesulit diam, pun demikian, diam juga sesulit bicara.






0 komentar:

Posting Komentar

statistics

Bukan pakar, mari sama-sama belajar. Pun bukan ahli, mari saling berbagi | Melangit dan Membumi

Diberdayakan oleh Blogger.

Contact