Sabtu, 25 Juni 2016

Syar'i atau Potensi?

Kajian WOMAN 4 kali ini temanya oke bingit... emmm sebenernya selalu oke sih hehe *perezzz banget gue*. Tentang "Syar’i atau Potensi?"
Notulensinya? Check this out. Emang agak panjang *senyum dan kedip-kedip*. Yang sabar... namanya juga berakit-rakit ke hulu berenang-renang di empang #lhoh.
Ini sebenernya nulis notulensinya biar saya selalu ingat sih. Semoga bermanfaat...


***

Sebelum masuk pada bahasan yang lebih jauh. Mari kita pahami dulu, tidak syar’i dan tidak syari’at. Samakah keduanya?

Aaa ternyata beda lhoh. Tidak syari’at berarti melanggar hukum-hukum Allah. Berkaitan dengan haram dan halal. Berkaitan dengan dosa-dosa besar. Misalnya membunuh, tidak berhijab, atau berzina. Sedangkan syar’i lebih pada kesempurnaan melaksanaan syariat. Syar’i adalah bentuk kehati-hatian seorang muslim dalam menjalankan syari’at Islam. Misalnya, menjulurkan jilbab hingga menutupi dada, tidak menampilkan lekuk tubuh, atau menggunakan manset.

Nah, untuk menjadi seorang muslim yang syar’i alias sempurna kefahamannya dalam ber-Islam, tak semudah membalikkan telapak tangan. Semuanya butuh proses, butuh waktu, dan butuh lingkungan yang mendukung.

Ingat kisah Rasulullah dan seorang yang membunuh, berzina, dan mencuri? Begini kisahnya,

Suatu hari, ada seorang pemuda yang datang pada Rasulullah, ia mengakui semua dosa-dosanya,
“Ya Rasulullah, aku telah membunuh, berzinah, dan mencuri, apakah Allah akan mengampuni dosa-dosaku?”
Kira-kira apa jawaban Rasulullah? Apakah beliau langsung membentaknya dan mengatakan kamu tidak pantas mendapat Surga Allah? Atau langsung menceramahi pemuda tersebut habis-habisan?
Rasululullah menjawab, “Baik, besok-besok jangan mencuri lagi ya”
Beberapa waktu kemudian pemuda tersebut datang kembali, “Ya Rasulullah aku sudah tidak mencuri.”
Rasulullah berkata, “Baik, besok-besok jangan berzinah lagi ya.”
Beberapa waktu kemudian pemuda tersebut datang kembali, “Ya Rasulullah aku sudah tidak berzinah.”
Rasulullah berkata, “Baik, besok-besok jangan membunuh lagi ya.”
Beberapa waktu kemudian pemuda tersebut datang kembali, “Ya Rasulullah aku sudah tidak membunuh.”
Begitulah akhirnya pemuda tersebut dapat menjadi muslim yang baik. Hari ini kita sadar, bahwa kita tidak bisa menuntut kefahaman seseorang sama seperti kita, atau langsung sesuai Al-Quran dan Hadits. Tapi semuanya butuh proses.

“Sampaikan lah dariku walau satu ayat” (Bukhari-Muslim).

Pasti tidak asing dengan hadits tersebut. Begitulah Islam, Allah dan Rasululullah tidak menuntut seseorang menyampaikan kebaikan dalam keadaan sempurna. Karena kita tidak akan tahu apakah waktu kita cukup untuk itu.

Dakwah tidak harus menunggu syar’i. Namun, setiap saat kita mengetahui ilmu baru, kita harus menyebarluaskannya pada orang lain walau satu ayat.

Nah nah nah...

kita sepakat bahwa pemahaman dan pembelajaran setiap orang sama seperti kita sekolah. Levelnya beda-beda. Tiap orang memiliki levelnya masing-masing. Anggap saja level itu bernama A, B, C, D, hingga Z.

Terkadang, mereka yang pemahamannya sudah di B, tidak adil melihat mereka yang masih di D mengajak orang lain untuk sama seperti mereka. Misalnya, di negeri kita saat ini fashion hijab sedang banyak digemari kaum muslimah *Alhamdulillah, terlepas dari itu hanya trend atau niat untuk menjalankan syari'at Allah*, sejurus dengan itu... muncul pula banyak sosok fashion designer muslimah. Memang, tidak semuanya menawarkan fashion syar'i. Bahkan Fashion designer muslimah yang viral di negeri ini yang mem-booming-kan pertamakali fashion hijab pun karya-karya fashion yang dihasilkan mungkin pemahamannya memang belum sepurna dalam berhijab. Kerudungnya belum syar’i dan masih tabarruj. Kita anggap misalnya saja ia berada di level D. Namun, dengan karya dan prestasinya, dengan gaya dakwahnya sendiri, ia mampu mengajak orang-orang yang pemahamannya masih di level J,K, L untuk setidaknya sama dengan level D.

Semoga dalam prosesnya nanti, ia semakin meningkat pemahamannya, menjadi C bahkan B sehingga dapat mengajak banyak orang lain menjadi seperti dirinya. Nah, sekarang bagaimana dengan kita (aku sih lebih tepatnya)?

Apa yang sudah kita lakukan untuk mengajak orang lain pada kebaikan? Jika memang kita sudah memiliki kefahaman yang baik dalam ber-Islam, sekarang lah saatnya untuk memiliki karya, prestasi, pengaruh, agar dapat mengajak orang lain sama pemahamannya dengan kita.

Jika hari ini kita telah memiliki kefahaman yang baik, tetapi dari kemampuan dan prestasi belum ada. Maka berjuang lah untuk bisa seberpengaruh si fashion designer tadi misalnya. Sehingga kita bisa mengajak orang lain ke level yang lebih tinggi.

Mari kita belajar dari Aisyah yang sangat terkenal cerdas. Beliau perempuan yang meriwayatkan hadits paling banyak. Dari 1200 hadits yang diriwayatkan Bukhari-Muslim, lebih dari 290 diriwayatkan oleh Aisyah, hampir seperempatnya bukan?

Bukan hanya meriwayatkan, tapi juga mengajarkan pada muslimah lainnya. Aisyah senang belajar, berprestasi, pandai membaca, meluruskan pendapat sahabat-sahabat yang salah, ahli ilmu fiqh, dan kedokteran.

Bahkan ikut ke medan berperang walau hanya membantu menyiapkan air dan mengobati pasukan muslim yang terbuka. Intinya, Aisyah ingin terus berkontribusi untuk Islam, gak mau hanya diam di rumah.

Mari kita menjadi se-Out standing Aisyah! Terus belajar, berkarya, dan berprestasi.

Hal penting yang harus kita ingat juga, ialah jangan sampai level kefahaman kita yang berbeda, A,B,C, D, hingga Z memecah belah umat Islam. Padahal tiap muslim dan muslim lainnya bersaudara.


Ingat kisah Abuzar Alghifari dan seorang pembunuh, pada zaman Umar bin Khattab?

Suatu hari ada seorang pemuda yang menuntut hukuman kisas, atas kematian ayahnya. Pembunuh tersebut menyanggupi hukuman mati tersebut. Namun, ia meminta waktu tiga hari untuk menyelesaikan urusan keluarganya dahulu.
Umar bin Khattab lalu berlata “Siapa yang akan menjaminmu?”
Karena dengan mudah, pembunuh tersebut dapat kabur dari hukuman mati tersebut. Saat itu suasana hening, semuanya saling pandang. Tidak ada yang mau menjadi penjamin pemuda tersebut.
Namun, tiba-tiba Abuzar Alghifari mengangkat tangan dan berkata, “Saya yang akan menjadi penjaminnya.” Padahal ia tidak mengenal sama sekali pembuhuh itu.
Tiga hari berlalu. Prosesi hukuman mati telah disiapkan. Hari beranjak sore, tetapi pembunuh tersebut belum juga datang. Abuzar sudah bersiap menghadapai kematiannya. Namun, di detik-detik terakhir kepalanya akan dipenggal pembunuh tersebut datang.
“Apa yang membuat kamu datang hari ini? Padahal kamu bisa kabur kemana pun kamu mau. Aku tidak mengirimkanmu polisi atau mata-mata bukan?” Tanya Umar bin Khattab.
Pembunuh tersebut menjawab, “Aku tidak mau ada orang yang berkata, ketika seorang muslim berjanji namun dia tidak menepatinya. Jadi aku kembali”
Lalu Umar bertanya pada Abuzar “apa yang membuat kamu mau menjamin orang itu?”
Ia menjawab, “Aku melihat seorang muslim yang butuh pertolongan. Dan aku tidak mau melihat siapa pun mengatakan, jika seorang muslim sedang butuh pertolongan, namun tidak ada satu orang pun yang menolongnya, jadi aku bersedia menjadi penjamin baginya.”
Lalu pemuda yang menuntut hukuman kisas berkata, “Ketika ada orang-orang seperti ini, bagaimana mungkin seorang muslim meminta ampunan, tapi tidak ada seorang pun yang mau mengampuninya.”
Akhirnya pembunuh tersebut diampuni, dan bebas dari hukuman mati. Lihat, Islam begitu indah bukan? Sebesar itu usaha ketiga pemuda tersebut menjaga harga diri Agama Islam.

Pun harusnya kita melakukan hal yang sama. Sesama muslim harus saling menyayangi, menghormati, dan menghargai.

Pada akhirnya, bukan bagaimana kita memusnahkan mereka yang pemahamannya masih di bawah. Namun, bagaimana membuat mereka yang sudah hebat, menjadi lebih hebat lagi. Dan bagaimana caranya membuat pribadi kita yang sudah paham, menjadi se-outstanding mereka. Sehingga pengaruh kita bisa sama dengan mereka.

Jadi pertanyaan Syar’i atau potensi, bukan salah satunya. Melainkan keduanya, bagaimana kita melejitkan potensi kita namun tetap syar’i. Percayalah, saat pemahaman kita terus meningkat, dengan sendirinya kita akan memaksa diri kita untuk meninggalkan hal-hal yang tidak syar’i.

Dan percayalah, ketika jalan kita merasa tertutup karena mengikuti aturan Allah, Ia akan bukakan jalan lain yang lebih indah dari rencana kita. Jadi selamat berkarya, berprestasi, dan melejitkan potensi kita ^^

0 komentar:

Posting Komentar

statistics

Bukan pakar, mari sama-sama belajar. Pun bukan ahli, mari saling berbagi | Melangit dan Membumi

Diberdayakan oleh Blogger.

Contact