Senin, 21 November 2016

Catcall dan Dilema Muslimah

Jadi, akhir pekan lalu saya menghadiri acara seorang teman di Semarang. Sepulang dari acara tersebut, saya mampir dulu ke rumah seorang teman yang lain sambil menunggu dijemput oleh seorang adik... yah maklum hidupnya numpang-numpang begini di Semarang hiks. Berhubung yang mengantar kami -saya dan teman saya yang rumahnya akan jadi persinggahan sementara hingga saya dijemput seorang adik- kesulitan untuk memutar balik kendaraan, jadilah kami turun di depan gang dan melanjutkan perjalanan ke rumah teman saya dengan berjalan kaki. Mmm tidak jauh sih... hanya sekitar 300 meter.

Teman saya mulai mempercepat langkahnya ketika melewati toko air galon. "Mas-mas pegawai toko ini lho Mon, nggak bejaji *ini bahasa Semarang(?)* aja sok-sok goda-godain." Ucap teman saya tiba-tiba dengan wajah bersungut-sungut.
Dan binggo!!! benar, disitu banyak masteng-masteng (read: mas mas tengil) yang mulai berisik, bahasa kerennya sih catcall. 
Saya memang terbiasa memakai masker kemanapun saya pergi, entah itu berjalan kaki, naik kendaraan pribadi, naik kendaraan umum... sebisa mungkin saya memakai maker. Kenapa? Biar nggak kotor wajahnya terus nggak jerawatan *Astagfirullah!!! digebukin malaikat habis ini*. Nggak sih, saya merasa lebih terjaga dengan tidak menampakkan wajah saya. Mungkin, ini cara bisa kalian pakai, girls *mulaiiii provokatif*. Yaaa gimana ya.. kaum kita ini harus pinter-pinter jaga diri. Yang ditutup rapat aja masih membuka celah masteng-masteng ya, apalagi yang engga :)


catcall
Pronunciation: /ˈkatkɔːl/

A loud whistle or a comment of a sexual nature made by a man to a passing woman. –oxforddictionaries.com

Ya catcall kalau ditranslasikan ke Bahasa Indonesia semacam ‘digodain abang-abang di jalan.” *maaf ngarang*. Nah salah satu hal yang ambigu dan menjadi bahan pikiran saya ialah saat ada mas-mas atau bapak-bapak yang saat ada perempuan seperti saya (baca: berkerudung) lewat, langsung bilang “Assalamualaikum Neng.” Nah loh, salam harusnya di jawab kan ya? Jawab salam dalam hati boleh kan ya? Duh bingung, phone a friend boleh? Atau 50:50 deh nggak apa-apa. #dikira who wants to be a millionaire.
Ya kalau catcall nya "Halo", "suit-suit", dsb sih tindakan kita sebagai seorang muslimah lebih gampang yak, tinggal lempar masteng nya pakai batu segede gaban *jangannn.. ini salah satu contoh kriminal*. Nah kalau yang dipakai catcall ini salam itu lhoh...

Sementara ada beberapa asumsi di pikiran saya mengenai mas-mas pelaku catcall “Assalamualaikum Neng” ini:
Satu: Iseng, ganjen, genit, nggak bisa lihat perempuan lewat dikit.
Dua: Perempuan yang lewat cantik, eh kebetulan pakai hijab, ya sapa dikitlah.
Tiga: Masya Allah, jilbabnya rapi. Jadi pingin bilang “Assalamualaikum Beijing” *lah?
Empat: Mas nya sebenarnya bukan catcall tapi lagi social experiment kekinian untuk mengucapkan salam.
Lima: Mas nya terlalu religius hingga menjalankan sunnah mengucapkan salam bahkan kepada orang tak dikenal, kebetulan wajahnya emang tengil.

Nah tuh, banyak kan asumsinya? Atau kamu ada asumsi lainnya? Share atuh di kolom komentar *pfftttt*. Ya sebenarnya bisa saja saya berprasangka baik aja gitu ya, saya anggap aja mas nya terlalu religius seperti poin terakhir. Tapi saya takutnya menjawab salam malah bikin mas-masnya menjadi-jadi. Menjadi rajin mengucapkan “Assalamualaikum Neng” pada ciwi-ciwi yang lewat selanjutnya. Lah, nggak apa-apa sih ya harusnya. Mengucapkan salam kan artinya indah-indah apa gitu.


Dikutip dari muslimah.or.id, berkata sebagian ulama bahwasanya salam adalah salah satu nama dari nama-nama Allah sehingga kalimat ‘Assalaamu ‘alaik’ berarti Allah bersamamu atau dengan kata lain engkau dalam penjagaan Allah. Sebagian lagi berpendapat bahwa makna salam adalah keselamatan sehingga maknanya ‘Keselamatan selalu menyertaimu’. Yang benar, keduanya adalah benar sehingga maknanya semoga Allah bersamamu sehingga keselamatan selalu menyertaimu.

Nah, sweet kan artinya? Setiap memberikan dan menjawab salam seperti menebarkan doa-doa kebaikan di sekeliling kita. *lap air mata #ceritanya terharu. Ada satu kejadian yang cukup membekas di benak saya. Waktu itu sore hari, saya cukup lelah dan sedang berjalan kaki ke arah rumah.

Saya: *jalan kaki, wajah lelah, udah bayangin kamar ber-kipas angin*

Bapak Tak Dikenal: Assalamualaikum! *sambil ngeliatin saya, wajahnya senyum, entah senyum maksudnya apa karena saya hanya lihat dari ekor mata*

Saya: *lempeng, jalan terus*

*beberapa detik berlalu, diiringi backsound desingan kendaraan area pinggir jalan*

Bapak Tak Dikenal: Waalaikumussalam…Neng. *suaranya agak teriak dan buru-buru, entah doi kaget karena saya nggak jawab atau kenapa.

Saya: *tetap lempeng*

Saat itu sebenarnya saya nggak tega nggak jawab salam Bapaknya. Saya jawab sih dalam hati gitu. Tapi sampai Bapak Tak Dikenal jawab sendiri kan kayaknya sesuatu gitu. Jangan-Jangan Bapaknya berniat baik lagi? Duh Gusti, jangan jadikan ini dosa saya. Aamiin.

Biasanya sih saya kalau ada yang catcall cuek. Kecuali jika saya yakin mas-mas atau bapak-bapak yang mengucapkan salam berwajah tulus (apa coba indikator wajah tulus? Ya kek wajahnya Tulus yang nyayi “mereka panggil aku gajah” itu #ngaco), biasanya saya jawab salamnya tanpa melihat ke arah mereka dengan keadaan wajah saya nggak tersenyum dan nggak cemberut, ya semacam wajah serius menghadapi hidup #apasih.

Nah kalau menurut kamu, kalau akika di “Assalamualaikum Neng”, akika harus apa?

0 komentar:

Posting Komentar

statistics

Bukan pakar, mari sama-sama belajar. Pun bukan ahli, mari saling berbagi | Melangit dan Membumi

Diberdayakan oleh Blogger.

Contact