Sabtu, 08 Oktober 2016

Tepat Ber-Mahabbah

"Masih adakah orang lain setelah Khadijah?“


Karena rasa cinta yang begitu kuat pada wanita terhormat itulah, Muhammad bin Abdullah, Rasulullah kekasih Allah, merasakan kesedihan teramat ketika Khadijah wafat. Beliau tidak pernah dapat melupakan istri Beliau ini walaupun Khadijah telah meninggal.

Sampai ketika ‘Aisyah cemburu pada Khadijah karena Rasulullah sering menyebut namanya

“Demi Allah! Ia tidak memberikan ganti untukku yang lebih baik darinya. Khadijah telah beriman kepadaku ketika orang-orang masih kufur, ia membenarkanku ketika orang-orang mendustakanku, ia memberikan hartanya kepadaku ketika manusia lain tidak mau memberiku, dan Allah memberikan kepadaku anak darinya dan tidak memberiku anak dari yang lain.”

****

Pun ketika Ali bin Abi Thalib menemui Rasulullah dengan maksud melamar putrinya, Fatimah binti Muhammad, dengan ucapan yang halus, namun mendalam sebagaimana perasaan yang lama ia pendam, katanya, “aku terkenang pada Fatimah binti Rasulullah.” Maka Rasulullah pun menjawab, “Ahlan wa Sahlan!”

Kiranya Rasulullah tahu bahwa Ali dan Fatimah adalah kawan karib semasa kecil, dan keadaan ini berpotensi untuk menumbuhkan rasa cinta diantara dua muda-mudi ini. Benar saja, keduanya saling mencintai, maka berkata Fatimah kepada Ali, “Aku pernah satu kali merasakan jatuh cinta pada seorang pemuda.” Dan tentu saja ia adalah Ali bin Abi Thalib.

****

Cinta menjadi kuat karena mereka saling mencintai. Cinta menjadi kuat karena si Pecinta menjaga cintanya serupa rahmat yang Allah limpahkan kepadanya.

Meniti jalan cinta, membangun sebuah negeri impian dimana kita menjadi ratu dan rajanya. Mendirikan sebuah negeri penuh berkah, karena pada puncaknya, negeri kecil itu mulia, dimana tujuannya adalah Allah, teladannya adalah Muhammad saw, dan perundang-undangannya adalah Alquran. Itulah negeri orang-orang yang bermahabbah, saling mencintai, karena Allah semata.

***

Lalu saya mendengar kisah mengenai -sebut saja- Fulan dan Fulanah. Cerita yang akan saya ceritakan ini saya dapatkan dari si Fulanah.

"Beliau selalu bilang 'Mungkin kamu sedang khilaf ketika mengizinkan saya untuk menemui walimu', haha." Kata Fulanah menirukan ucapan Fulan, sambil tertawa kecil.

"Mengapa beliau sampai bicara begitu?" Tanya saya.

"Karena beliau tahu dan mendapati, banyak yang menawarkan diri membersamai saya sebelum beliau datang. Mungkin beliau berpikir, 'Kenapa tidak memilih yang itu padahal ada kesempatan memilih yang itu(?)'" Jawab Fulanah sambil menatap saya.

"Iya, saya pun berpikir seperti beliau. Kenapa?" Tanya saya lagi.

"Mmm.. kala itu, entah seberapa banyak yang datang, entah seberapa berkilaunya masa depan yang ditawarkan mereka kepada saya, tapi kok saya rasanya memang belum 'peduli' untuk memikirkan perjalanan yang mereka tawarkan ya. Ah sebenarnya pun, ketika awal beliau datang, saya pun masih belum 'peduli' juga. Tapi mungkin ini kuasa Allah, yang membukakan hati saya mungkin ya. Jadi keadaan menjadi tiba-tiba berbalik, yang awalnya tidak 'peduli' eh jadi peduli, saya tertuju pada beliau. Kalau beliau tanya 'Kenapa saat sudah punya 'kepedulian' tidak mencoba menengok yang di belakang?'
Haha saya tertawa lagi. Lucu ya beliau, lha wong kepeduliannya datang UNTUK beliau kok. Suatu hal yang khusus pada objeknya, bukan pada variabel waktu terjadinya. Ya mungkin kalau yang datang bukan beliau, mungkin ceritanya akan beda lagi. Mungkin saya masih jadi 'tidak peduli'(?) Wallahu'alam.
Jangan tanya alasannya apa (selain 4 tuntunan yang dianjurkan kepada kita ketika memilih seorang pasangan), kenapa akhirnya saya memutuskan tertuju pada beliau karena saya juga tidak tahu hehe. Ya rasanya pas saja. Tapi bingung mendefinisikan pas nya itu bagaimana.
Nah hal yang berbeda terjadi pada beliau, sebelum-sebelumnya jalan restu orang tuanya masih terkunci saat beliau memiliki niat baik, tapi saat-saat dimana beliau tertuju pada saya, kunci restu itu terbuka dengan mudahnya. Saya balik tanya 'Lha kenapa saat jalan restu sudah terbuka, tidak menengok yang di belakang?' Lalu beliau balik menertawakan saya dan menjawab 'Ya kamu ini juga lucu. Lha wong kunci restunya terbuka SAAT kamu yang saya tuju kok. Mungkin, walaupun sekarang minta restunya, tapi kalau yang dituju misalnya bukan kamu, mungkin ceritanya juga bakal beda sama yang sekarang ini. Wallahu'alam.' Saya mendengarkan beliau sambil mikir sih sebenarnya waktu itu." Fulanah bercerita panjang sekali.

"Oh... hehe. Menurut saya, kalian sama-sama lucu." Jawab saya.


Setelah saya mendengar cerita dari Fulanah mengenai ia dan Fulan. Saya jadi berpikir... ini mungkin ya, yang namanya 'jodoh itu kuasa Allah'. Entah seperti apa perjalanan sebelumnya, kuasanya tetap di Allah yang bertugas mempersatukan. Jadi membuat jalan-jalan yang dilalui rasanya 'lucu' kalau diingat kembali. Bawaannya semua 'pas' aja. 

Karena pada akhirnya, cinta akan bertemu pada sesuatu yang tepat. Kualitas yang tepat, waktu yang tepat, dan tentu pada orang yang tepat.

Cinta pun supaya terus terjaga dan tumbuh menjadi lebih indah maka harus dipupuk terus dalam doa, dalam ibadah yang tak henti-henti, dalam ujian yang terlewati, dalam pengertian untuk saling memahami, dalam pelajaran yang menumbuhkan karakter diri, dan niat yang murni karena Allah: Membangun cinta sehidup sesurga.


Kepada siapapun, insya Allah ada  saatnya sahabat semua mendapat amanah, mendapat seseorang dari Allah untuk membangun cinta dalam ikhlas... Semoga :)





0 komentar:

Posting Komentar

statistics

Bukan pakar, mari sama-sama belajar. Pun bukan ahli, mari saling berbagi | Melangit dan Membumi

Diberdayakan oleh Blogger.

Contact