(Tulisan ini, pada zamannya diikutkan sebagai naskah lomba kepenulisan (prolog -kalau saya tidak salah ingat-) dengan tema senada seperti judul post ini. Masih pada tahun-tahun ketika saya masih di SMA.)
Hehe, kalau ada yang banyak bertanya 'kenapa saya suka menulis -walaupun tulisannya amburadul-?' Mmmm... kenapa, ya. Ah ini, mungkin salah satu alasannya adalah agar menjaga saya supaya tetap waras.
Hari ini, kulepaskan kau dari hatiku. Seperti langit yang merelakan malam menghilang demi pagi agar bisa lekas menjelang. Dan Dia, sang pemilik benteng bercahaya bernama kejora akan membawaku lari dari awan nimbustratus ke tempat yang lebih jauh dari saturnus. Dia, juga akan mengendongku saat masih terlelap di kasur kelabu ber-merk ‘kamu’ menuju Lembah Urumba di Peru.
Hari ini, kulepaskan kau dari hatiku. Seperti pohon yang melepaskan daun kering dari ranting demi estetika yang ingin tetap dikagumi jutaan pasang mata. Dan Dia, sang pembuat taman bunga terindah di dunia akan merebahkanku di atas kelopak bunga, sambil mengejakan sederet aksara yang berjejer mulai dari ‘b’, ‘a’, ‘h’, ‘a’, ‘g’, ‘i’, hingga ‘a’ dan menuturkan padaku apa maknanya.
Hari ini, kulepaskan kau dari hatiku. Persis seperti butir es yang kubiarkan meluruh dari genggaman sore tadi. Dan Dia, sang pecipta senja akan menghentikan putaran bianglala di puncak tertingginya agar aku dapat menyentuh jingga. Merasakan indahnya pendar cahaya kuning-keemasan dan melupakan warna hitam yang kau torehkan.
Karena melepasmu adalah pekerjaan termanis,
Seperti rasa permen nougat khas Perancis.
0 komentar:
Posting Komentar