Senin, 13 Juni 2016

Surat Kaleng (Cerita Versi Wanita)

Kita beramanah atas dasar rasa saling percaya, aku percaya padamu, dan demikian pula seharusnya kau percaya aku. Setelah itu, tak ada lagi prasangka kecuali prasangka baik antara aku dan dirimu. Aku selalu punya satu jawaban untuk mulut dan hatiku. Ketika padamu kukatakan "ya" dari mulutku, berarti hatikupun sama. Pun sebaliknya, jika dari mulutku "tidak" maka hatikupun sama, "tidak".

Lalu, mungkin setelah itu kau akan bertanya-tanya kepada dirimu sendiri, "Mengapa harus aku yang selalu mengetuk lebih dulu?", bisa dihitung dengan jari berapa kali aku yang mengetuk pintumu terlebih dahulu ya. Padahal bagimu, sebagai seorang yang perasa, mengetuk terlebih dahulu selalu menyusahkan, ada perasaan di dalam hatimu yang bilang takut jikalau ketukanmu padaku menggangguku, takut aku sedang ini itu, dan takut-takut yang lain. Haha. Sementara aku disini, ketika kau mendadak hilang (dilatarbelakangi dengan segala ketakutan-katakutan perasaanmu seperti yang aku sebutkan tadi, walaupun aku sesungguhnya tidak tahu alasan hilangmu, hanya menduga-duga saja), aku (malah) masih saja (lebih) diam (dari sebelumnya), bertahan tidak mengetukmu walaupun sebenarnya ingin tahu apa yang terjadi, karena aku pikir, mungkin kau sedang tidak pada posisi yang baik untuk kuketuk, atau sedang sedang yang lainnya. Haha. Lucu ya kita, penuh prasangka. *berasa drama. Hueks. Muntahin kerikil*.

Tenang, memahamiku sesederhana (tapi rumit *eh lhoh*) itu, bukan? :)

Sedari pagi tadi, gerimis mengguyur kotaku. Menunggu gerimis reda tanpa melakukan apa-apa itu membosankan. Ah iya *bohlam lampu bersinar di kepalaku*, aku jadi ingat satu permainan.
Bagaimana kalau kita memainkannya. Kau jadi payungnya, aku jadi manusia di bawah payung. Atau kita balik saja? Terserah, kau pilih lebih dulu mau jadi yang mana, aku sisanya.
Aturan mainnya: "Boleh, sang payung memayungi sang manusia? Memayungi sang manusia dengan payung kesederhanaan yang dipunya? Menjadi tempat bernaung di kala sang manusia sedih dan senang hatinya? Boleh?"

***

Ngomong-ngomong...
Terimakasih atas segala ketulusanmu memahami aku yang banyak khilafnya ini. Hahaha :p . *Tos dulu donggg*


Photo taken in Bogor



Related Posts:

  • Ibu, Aku Bertanya Kepadamu "Ibu, dulu aku pernah sendiri bertanya dalam gelap... Apa beda sebutir air bening diujung daun dengan sebutir debu di dinding kusam? Dulu, tiada ya… Read More
  • Main Basket Lagi :') (SMS masuk dari nomer yang tidak terdaftar di contact number ~hehe saya ini emang kebiasaan nggak nge-save nomer-nomer di kontak. Bisa dilihat berap… Read More
  • Bersabar atas ujian Allah Maha Seimbang. Diantara gonjang-ganjing ujian, Ia juga selalu hadirkan bersamanya kebahagiaan -dalam bentuk apapun-. Bagi seorang muslim, m… Read More
  • Perempuan Pemimpin "Mbak, sebagai seorang perempuan, menjadi pemimpin itu berat nggak sih mbak rasanya dengan segala latar belakang fitrah kita sebagai seorang perempu… Read More
  • ~Nggak Penting~ Lebih kurang tiga hari yang lalu saya sedang berada dalam sebuah bis menuju tujuan saya(?). Hal yang pasti saya dapatkan di dalam bis adalah suara … Read More

0 komentar:

Posting Komentar

statistics

Bukan pakar, mari sama-sama belajar. Pun bukan ahli, mari saling berbagi | Melangit dan Membumi

Diberdayakan oleh Blogger.

Contact