Pagi ini, sebagai seorang wanita (manis), saya belajar sesuatu dari Tessa. Mengenai apa? Mengenai kaum kita... huum siapa lagi, 'Wanita'
“Cinta itu mensucikan akal, mengenyahkan kekhawatiran, memunculkan keberanian, mendorong berpenampilan rapi, membangkitkan selera makan, menjaga akhlak mulia, membangkitkan semangat, mengenakan wewangian, memperhatikan pergaulan yang baik, serta menjaga adab dan kepribadian. Tapi cinta juga merupakan ujian bagi orang-orang yang shaleh dan cobaan bagi ahli ibadah.” Ibnu Qayyim Al-Jauziyah.
“Ibarat untaian tali”, begitulah adanya Rasulullah Saw., saat membisikkan makna cinta pada Aisyah r.a., yang membuat pipinya memerah. Yang berarti tidak pernah berkurang karena ditelan zaman dan ketuaan. Tidak ada frasa paling indah dalam memaknai cinta selain pada ungkapan dan kedalaman makna cinta bagi diri Rasulullah kepada istri tercintanya. Dari Miqdad bin Ma’ad r.a., Rasulullah Saw., mengajarkan: “Apabila seseorang mencintai saudaranya, hendaklah dia memberitahu kepadanya bahwa dia mencintainya.” (HR. Tirmidzi (2393), Abu Daud (5124), dan Ahmad (4/130) dengan isnad shahih). Rasulullah telah membuktikan bahwasanya, cinta yang ia didik bersama Aisyah r.a., itu bukanlah cinta syahwi. Tetapi sebaik-baiknya cinta dan setulus-tulusnya pembuktian cinta yang halal. Bahwa sejatinya cinta itu tentu tidak pernah berkurang kadarnya, subhanallah.
Ketika kamu mencintai seorang wanita. Sesungguhnya kamu telah mencintai pula seperangkat anugerah yang melekat bersama dirinya, perannya, kedudukannya, serta cinta yang dia persembahkannya untukmu. Kamu mencintai setiap baris kalimat yang tertata rapi-keluar dari lisannya. Kamu mencintai apa-apa yang menjadi tingkah laku dan kebiasaannya. Kamu mencintai ide-ide, pemikiran, gagasan-gagasan yang membawamu tergerak untuk memasuki dan mencari ruang ideologinya. Kamu mencintai apa-apa yang menjadi karya dan keindahan yang membersamainya. Kamu mencintai setiap baris kata yang tertulis di laman-laman pena aktualisasi dirinya. Kamu mencintai ketulusan, kelembutan, kesahajaan, dan kasih sayangnya. Kamu mencintai luasnya hati yang ia lapangkan untuk kamu tempati dan hiasi dengan cinta-kasih Rabb-mu nantinya. Kamu mencintai tatapan-tatapan kejujuran dari kedua buah bola matanya. Kamu mencintai kedua tangannya yang siap menggenggam, menatih dan mendekapmu penuh hangat saat letih menjamunya.
Tanpa sadar kamu pun mulai bingung dari mana semua alasan mencintai seorang wanita itu datang. Alasan yang memecahkan pasifnya logika, menjadikannya akibat yang berirama penuh dengan nada-nada bahagia. Hingga kamu pun pelan-pelan mulai mencintainya dengan seperangkat alasan. Seperangkat alasan yang selama ini hilir mudik, datang dan pergi bersama tali-tali takdir-Nya. Seperangkat alasan yang selama ini menarik ulur rentasan kesabaran dan bangunan iman. Seperangkat alasan yang membuatmu kembali lagi untuk meniti pada jalan yang lebih arif untuk mencintainya. Seperangkat alasan yang membuat mata hati dan nuranimu berkata bahwa kamu telah siap “mencintainya dengan sederhana”. Seperangkat alasan yang lajunya mulai membawamu kembali di dalam perlindungan-Nya. Seperangkat alasan yang akan membantumu menemukan jawaban,“ ketika mencintai seorang wanita, maka cintai ia sebagaimana mestinya”. Tidak lebih, tidak juga kurang.
Ketika kamu mencintai seorang wanita. Cintailah ia sebagaimana mestinya, tanpa meninggikan atau mengurangi kadar rasa. “Ibarat untaian tali, maka ia tetap pada keadaan yang sama, tidak menua ataupun tertelan zaman.”
0 komentar:
Posting Komentar