Senin, 25 Januari 2016

Terdidik karena Candu Dididik

Malam ini saya texting sama Bapak, beliau ga karuan hatinya menunggu nilai uas pertama adik saya hihi. Beliau bekerja di dunia pendidikan, 22 tahun menjadi anak Bapak, mengamati, mendengar cerita beliau tentang dunia pendidikan emmm.. yaaa update cerita Bapak itu bak seperti ilmu parenting buat saya nanti *toyor kepala sendiri.

Pendidikan adalah tema yang seksi. Bagaimana tidak, segala fenomena sosial yang ada dipantik oleh pendidikan. Kita mungkin bisa terjebak pada definisi sempit pendidikan sebagai imbas sistem pendidikan formal saat ini. Pendidikan sesungguhnya jauh lebih luas dari itu, jika kita mau menyadarinya. Saya rasanya sudah tak berselera mencerca buruknya sistem pendidikan di negeri ini. Mungkin anda jauh lebih tau. Ah yang benar saja, mencekoki anak usia sekolah dengan berbagai macam materi pelajaran dari A hingga Z, mengukur kesuksesan belajar dalam angka, memberikan hukuman dan yang sejenis itu adalah ide-ide yang kasar, primitif, dan sama sekali tidak keren. Jujur saja, zaman dapat pelajaran biologi dari SD-SMA saya tak ingat satupun tentang sistem pencernaan kecoa (eh sekarang malah jadi tema skripsi. Hikss. Paitt paittt), atau pernapasan protozoa, saya juga tidak pernah tau manfaatnya jikapun saya tau, dan tentu saja saya memang tidak tertarik. Saya cukup tau kalau kecoa bisa mencerna. Saya juga tidak pernah ingat nama-nama manusia purba, dimana dia ditemukan, siapa penemunya, dan apa pengaruhnya pada saya jikapun saya tau. Saya cukup tau saja kalau manusia purba ternyata sangat purba sekali *bzzt. Itu dulu saya rasakan ketika saya di bangku sekolah, ketioa banyak ilmu dijejalkan ke kepala saya, dan yang paling parah saya tidak diberi pengertian kenapa harus mempelajari itu sehingga saya tidak tau manfaatnya hehe alhasil selepas ujian semua yang dipelajari hilang. Karna yang saya tau adalah -belajar, hafal, ujian, selesai, buang dari ingatan-.
Maka pendidikan yang paripurna bukanlah angka-angka sepuluh di atas kertas, tapi pendidikan yang betul-betul mampu membuat kita terdidik dalam nilai-nilai kemanusiaan, yang membuat kita tak hanya tau dan pintar, namun bijak dan peduli. Pendidikan yang proporsional, yang punya takaran (?). Maka harusnya “dididik” adalah semacam candu yang harus selalu kita tuntut-tuntut dan kita perjuangkan. Bukan hal yang menyeramkan. Bukan begitu?saya juga ga yakin-yakin amat sih*egubrak
Tentu saja, daripada mengutuki kegelapan, lebih baik menyalakan lilin. Tapi saya suka keduanya. Yihi. *nyari-nyari korek

Ah, saya paling tidak suka jika melihat adik saya harus menghapal textbook tiap kali dia mau ujian.

1 komentar:

statistics

Bukan pakar, mari sama-sama belajar. Pun bukan ahli, mari saling berbagi | Melangit dan Membumi

Diberdayakan oleh Blogger.

Contact