Jumat, 08 September 2017

Sabar dan Syukur

Di hari pertemuan rutin kami kala itu, saya mendapat giliran untuk menyampaikan apa yang ingin saya sampaikan(?). Beberapa waktu ini saya buanyakkk sekali mendapat pelajaran dari Allah, ini akibat saya yang tidak lulus-lulus di pelajaran yang sama kemarin-kemarin kali ya... lalu Allah memberikan pelajaran yang sama berulang-ulang sampai mungkin mata hati saya terbelalak dan terbuka nantinya. Tentang segala jalan takdir yang rasanya ingin merenggut rasa syukur, tentang segala kondisi yang rasanya ingin menjadikan diri mengibarkan bendera putih pada rasa sabar dan teriak-teriak sambil ngebor aspal(?). Ya ini tentang syukur dan sabar.... Syukur yang kini rasanya makin merangkak-rangkak para hamba untuk mendekapnya, sabar yang kini rasanya terseok-seok para hamba menggenggamnya. Eh bukan bukan... bukan ‘para hamba’, tapi saya doang deng. Hehehehe.

Ada yang perlu kita perhatikan betul-betul, bahwa ketidaksyukuran; ketidaksabaran; dan perasaan-perasaan lain yang tidak baik tersebut bisa jadi dimanfaatkan oleh setan untuk membuat kita semakin jauh dari Allah. Naudzubillah.... Setan bukan hanya dari golongan jin saja, tapi setan juga ada yang dari golongan manusia. Ya Allah, hanya kepadaMu hamba berlindung. Engkau lah sebaik-baik pelindung Ya Allah.

Setelah saya menyampaikan materi kultum, Ibu kami kembali menambahkan... kebetulan dalam waktu dekat ada salah seorang kakak di lingkaran mengaji kami yang akan menikah. Ibu kami menekankan betapa pentingnya menjadi hamba yang pandai bersyukur dan bersabar. Terlebih bagi para muslimah, yang nantinya diharapkan menjadi ibu-ibu peradaban.

Saya teringat sebuah nasehat yang dikiaskan dalam bentuk sebuah narasi antara iblis dan setan:
“Jika kau ingin merusak sebuah keluarga, rusaklah dulu ibunya!!!
Beri ia perasaan akan rasa lelah bertubi-tubi yang membuatnya merasa lemah dan habis energi.
Jika ia sudah merasa lelah, ambil rasa syukurnya.
Biarkan ia merasa bahwa hidupnya habis untuk mengurus keluarga dan buatlah ia tidak memiliki apapun, selain lelah yang didapatkannya.
Setelah kau ambil rasa syukurnya, buatlah ia menjadi orang yang tidak percaya diri.
Sibukkan pandangan matanya untuk melihat kebahagiaan orang lain dan buatlah ia lupa akan kebaikan yang ia miliki.
Buatlah ia merasa minder dan merasa tidak berharga.
Jika itu sudah terjadi, ambillah juga sabarnya, gaduhkan hatinya agar ia merasa ada banyak hal yang berantakan dalam huniannya, buatlah ia merasa betapa banyak masalah yang ditimbulkan dari anak-anaknya, dari suaminya.
Goda lisannya untuk berkata kasar, hingga nanti anak-anak mencontohnya dan tak menghargainya lagi, lalu bertambahlah kemarahan demi kemarahan, hilanglah aura surga dalam rumah.
Dan kau akan menemukan perlahan, rumah itu rusak... dari pintu seorang ibu.
Sekali lagi, makhluk penting itu bernama perempuan yang kelak menjelma sebagai Ibu."

Ya Allah, sungguh menakutkan sekali.... saya yang remah-remah chitos ini mohon perlindunganMu selalu Ya Allah, dekatkan hamba padaMu selalu Ya Allah, jaga hamba Ya Allah. Karena hamba rasa gender hamba ini banyak karunianya tapi banyak juga tanggung jawabnya di akhir(at) nanti ya, Ya Allah? Huks. Gapapa Ya Allah hamba sekarang diajarin pelajaran syukur dan sabar sampai lulus ya Allah –ya walaupun saya bisanya paling duduk terdiam memeluk lutut sambil sedot-sedot ingus sih- tapi gapapa Ya Allah.


Lelah yang tidak selesai menjadi tempat masuknya setan, ia mengambil bahagia kita, ia mengambil sabar dan syukur kita. Jangan... jangan... jangan biarkan setan mengambil itu dari kita. Jika kita merasa lelah, istirahatlah. Jika kita merasa lelah, berbagilah. Sungguh tak ada satupun yang akan membiarkan kita merasa sakit sendiri jika kita pandai menghargai diri kita. Kadang kita saja yang jadi sok jago(an neon *lhoh!) dan akhirnya chaos. Jangan menekan diri kita terlalu keras, jangan terjebak dalam waktu kita sendiri. Menepilah... kenanilah banyak nikmat-nikmat yang Allah curahkan kepadamu walau itu tampak kecil seperti memperingan langkahmu ke majelis-majelis kebaikan; menjaga lisanmu untuk istiqomah mengucapkan kalimat-kalimat Allah; mengelilingimu dengan orang-orang sholih-sholihah; dannnnn nikmat lain yang masih banyak lagi :”) *lagi di depan cermin*

0 komentar:

Posting Komentar

statistics

Bukan pakar, mari sama-sama belajar. Pun bukan ahli, mari saling berbagi | Melangit dan Membumi

Diberdayakan oleh Blogger.

Contact