Post ini untuk menjawab salah satu pertanyaan yang masuk ke email saya hehe. Pertanyaan ini datang katanya setelah membaca salah satu postingan saya di blog ini. Dan saya memang tidak punya akun-akun sosmed yang bisa berdialog tanya jawab haha *sok penting bat lu!*. Jadi mohon maaffff... jawabannya ini di share disini juga untuk reminder saya sendiri.
Wa'alaikumsalam warahmatullah...
Masalah terberat yang pernah saya alami yak(?) Emmm...
Agaknya ini akan menjadi hal yang panjang haha. Karena saya pengen curhat huhuhu. Prolog dulu boleh??
Begini, saya selalu memandang bahwa apa yang terjadi pada diri saya adalah hubungan implikatif antara pilihan yang saya buat sendiri dengan konsekuensi yang ditimbulkannya. Semisal, saat saya membuat suatu pilihan hidup, pilihan itu akan memunculkan konsekuensi yang harus saya ambil terlepas itu menyenangkan atau tidak bagi saya. Dari konsekuensi yang telah saya ambil, cepat atau lambat akan memunculkan pilihan lain yang kemudian harus saya tentukan kembali. Artinya, pilihan dan konsekuensi saling berhubungan dan mempengaruhi. Saya sudah diajarkan oleh orangtua saya mengenai ini sejak dini, untuk tidak jadi 'cupu' dengan berbuat tapi tidak mau menanggung jawab *belibet amat bahasanya*. Tidak langsung serta merta excellent jiahaha. Semakin lama pemikiran saya semakin berkembang terkait ini.
Di sisi lain, saya memandang bahwa konsekuensi adalah salah satu faktor eksternal yang terkadang kadar dan kehadirannya tak mampu dikontrol oleh kita sebagai manusia. Ia bisa berupa hal yang bisa diusahakan, karena ia masih dalam jangkauan usaha manusia. Namun ia juga bisa berupa hal yang hanya bisa diakhiri dengan kepasrahan. Kepasrahan dalam arti menyerahkan sepenuhnya padaNya, setelah mengupayakan apa yang bisa diupayakan semaksimal mungkin. Karena tak semua konsekuensi mampu diselesaikan secara tuntas oleh tangan sendiri. Sebagai seorang Muslim, tentu konsep kepasrahan atau tawakal ini adalah bentuk kesadaran bahwa sudah merupakan sebuah kepastian bahwa kita sebagai manusia adalah makhluk yang lemah tanpa pertolonganNya. Konsep ini juga mengajarkan bahwa Ia Maha Tahu Segalanya. Tak semua konsekuensi yang dijalani sejalan dengan apa yang terbaik menurutNya.
Artinya, saya selalu berusaha memandang bahwa apa yang mungkin biasa kita sebut masalah yang datang sebagai konsekuensi atas pilihan yang telah diambil adalah hal yang tak perlu saya pusingkan. Karena ia bisa jadi sebuah pembelajaran atau sebuah ujian yang saya yakini bisa membuat saya lebih baik. Sebagai contoh, saya pernah berada dalam kondisi tak menyenangkan. Saya berusaha untuk tidak tenggelam dalam lamunan memikirkan bagaimana saya bisa keluar dari situasi buruk tersebut, karena saya selalu meyakini, bersama kesulitan insyaAllah akan selalu ada kemudahan. Dan Ia takkan pernah membebani saya atas apa yang saya tak mampu. Terlebih juga, Ia lebih mengetahui apa yang terbaik buat saya. Saya hanya bisa mengupayakan apa yang saya mampu lakukan dan sisanya saya serahkan padaNya. Dan sekarang, ternyata saya bisa keluar dari situasi itu atas izinNya. Saya selalu berusaha untuk tidak memusingkan konsekuensi yang harus saya jalani. Karena saya yakin, Ia selalu ada bersama saya selagi saya tetap berupaya mendekatiNya.
Justru yang selalu saya pusingkan adalah bagaimana saya berada dalam kondisi terbaik, baik secara spiritual, emosional, dan intelektual, saat saya membuat keputusan hidup. Dan ini yang selalu menjadi masalah terbesar buat saya. Karena yang nanti akan saya pertanggungjawabkan di hadapanNya adalah pilihan hidup yang saya ambil.
Berada dalam kondisi terbaik secara spiritual artinya saya melibatkanNya ketika mempertimbangkan pilihan hidup yang harus saya ambil. Kondisi terbaik secara emosional artinya saya berada dalam kondisi hati yang jernih. Tidak mengambil keputusan di atas rasa dengki, amarah, atau arogansi. Kondisi terbaik secara intelektual artinya saya sudah membayangkan kemungkinan-kemungkinan konsekuensi yang muncul berdasarkan pengetahuan yang dimiliki, baik dari aspek duniawi maupun ukhrawi. Selalu berada dalam kondisi terbaik itu sangat sangatlah sulit. Bahkan hingga sekarang ini.
Ya intinya, masalah terberat buat saya adalah bagaimana saya bisa terus berdamai dengan diri sendiri, mengupayakan mampu berada dalam kondisi terbaik saat saya membuat pilihan hidup, baik skala kecil maupun besar. Dan ini masih terus saya pelajari. Mungkin hingga akhir hayat nanti.
Semoga menjawab. Terima kasih.
Wassalamu'alaikum... *pasang emot cium*
0 komentar:
Posting Komentar