tulisan ini untuk
kalian, saudara bukan sedarah; keluarga bukan serumah. Akan banyak kata manis
dan romantis, jadi hati-hati.
Sebagian
orang menghabiskan waktunya untuk menciptakan kenangan, sebagian yang lain
sibuk mencari jalan untuk lepas dari bayang-bayang kenangan.
Sebagian
orang memilih untuk melupakan, dimana sebagian yang lain memilih untuk
dilupakan.
Sebagian
orang menjalani hidup bersama masa lalu, dan sebagian yang lain memilih untuk
hidup hanya demi masa depan.
Lalu
pertanyaannya, bagaimana dengan kita?
Tidak
ada pilhan yang paling benar dan paling salah, karena belakangan yang saya
temukan, bahwa hidup bukan tentang memilih pilihan yang paling benar, tapi
bagaimana bertanggung jawab atas pilihan tersebut terlepas dari benar atau
salah. Itu pula yang saya dan mungkin sebagian teman lainnya alami di awal
perjalanan kami di kampus rakyat ini. Tidak peduli fakultas warna apa yang
sempat menjadi mimpi masing-masing dari kami sekitar lima tahun lalu,
kenyataannya, disengaja atau tidak, fakultas biru (telur asin) inilah yang
sudah kami pilih, dan kami harus bertanggungjawab untuk menjalaninya dengan
baik, sampai akhir.
Beberapa
memilih untuk menyerah dan berhenti, tapi kami tidak, bukan karena kami jauh
lebih baik dari mereka, bukan… lagi-lagi setiap orang bebas memilih ingin
bertanggung jawab pada pilihan mana, dan kami memilih untuk berada disini.
Tahun
pertama berlalu dan kami bukan lagi mahasiswa-mahasiswa yang cukup lucu untuk
berkata, “maaf pak, saya masih perlu remed” atau “maaf bu, deadline-nya boleh
diperpanjang?”, atau yang paling klasik, “maaf semua, saya kesiangan”, belum
lagi ‘hajaran’ dari para senior untuk bonding
kami. Waktu mulai banyak mengintervensi pilihan-pilihan kami. Jika sebelumnya
suara hati memonopoli pertimbangan pengambilan keputusan, kini semua lebih
rumit dengan kehadiran waktu. Kami berlomba, meski kami tahu waktu selalu
menang dan sampai lebih awal. Mungkin itulah yang akhirnya membuat sebagian
orang mencoba berbuat curang, memanipulasi, atau bahkan menciptakan konspirasi
(bukan yahudi).
Tapi
disinilah kami belajar, bukan lagi soal bertanggung jawab, karena ternyata
sekedar mengerjakan dan menyelesaikan itu mudah, bagian tersulit adalah
menghasilkan yang terbaik di saat waktu terasa tidak akan pernah cukup.
Mimpi-mimpi
kami mulai berubah, ada yang lebih optimis, namun tak jarang pula yang justru
pesimis dan memilih untuk menyerah pada nasib. Di tahun ketigalah semuanya
mulai menjadi genderang yang ditabuh kencang. Alarm bagi kami yang masih
berleha-leha, masih senang mencicipi aktivitas nomaden dari satu tempat
nongkrong ke tempat nongkrong lain, atau bagi kami yang masih menjadikan pembelaan
rakyat sebagai pembenaran untuk nilai IP yang melesat turun.
Tapi
begitulah kami. Hari ini kami belajar di kelas, diskusi, berdebat, karena kami
tahu otak kami sebelumnya kosong. Besoknya, kami berkumpul di warung kopi,
bercengkrama (beruntung tidak diracun) lalu bersentuhan dengan dunia malam
(buah dari asistensi laporan), karena kami tahu pengalaman kami sebelumnya nol.
Lantas esok harinya lagi kami berdemo, turun ke jalan, diciduk polisi atau
sekedar tawaf di bundaran kampus (ada yang lebih kerennya lagi, bundaran HI),
karena kami tahu hati nurani kami tidak boleh pernah hilang.
Sekali
lagi kami belajar, kali ini bukan tentang tanggung jawab dan menjadi yang
terbaik, tapi tentang bagaimana menjadi kami yang bermanfaat.
Semua celah kesempatan kami jalani, segala
bentuk aktivitas kami coba, dan berbagai tawaran singgah kami terima. Bukan
karena kami tidak punya tujuan, tapi kami harus menemukan jalan termudah untuk
mencapainya.
Kami
mungkin tersesat dan hilang, oleh karenanya kami menyimpan nama baik almamater
ini untuk menjaga jalan kami tetap pada koridor-koridor yang baik, karena kami
tidak ingin mengecewakan siapa pun, apalagi bapak dan ibu yang telah mendidik
kami disini, di rumah kami, kampus yang kami cintai ini.
Di
tahun terakhir tentu hidup kami semakin kompleks, kami berhadapan dengan masa
depan di pintu yang sangat terbuka lebar. Arus globalisasi, kemudahan hidup
akibat kemajuan teknologi, gelombang modernisasi, dan dunia yang semakin
tercampur baur karena jarak bukan lagi hambatan, memaksa kami untuk segera
bersiap. Masyarakat ekonomi ASEAN membuka mata kami kalau persaingan bebas
bukan lagi mitos. Kini, kompetitor kami bukan lagi teman sekelas, satu
angkatan, atau teman dari kampus sebelah. Kini kami bersaing dengan
negara-negara tetangga, atau bahkan mungkin, tidak lama lagi kami akan
bertarung pada pertempuran yang lebih sulit. Ketika dunia melipat, dan orang
dari belahan dunia manapun akan terlihat sama.
Apakah
kami takut? Ya, mungkin…kalau tidak ingin dikatakan pasti. Namun satu hal yang
kami ambil dari masa kuliah ini, bahwa persaingan manapun tidak hanya meninggalkan
yang menang dan yang kalah, tapi sejarah atas kemenangan itu sendiri. Semua
orang boleh lupa tentang kapan dan dimana kita menang, tapi tidak ada yang
boleh lupa bagaimana cara kita menang. Dan inilah yang terakhir kami pelajari
di bangku kuliah ini, bahwa proses akan selalu lebih penting, dan ia tidak
pernah menghianati hasil. Dan bahwa suatu kemenangan sudah atau akan kami capai
suatu saat nanti, kami bersyukur dan berbangga karena kami menjalani prosesnya
disini, di kampus yang kita banggakan. Dan sungguh itu anugerah yang tidak
diturunkan pada setiap orang.
Untuk
kalian, saudara bukan sedarah; keluarga bukan serumah, tentang hari ini ketika
kita tersenyum di persimpangan jalan, dimana kita akan terpisah di
masing-masing arahnya. Terima kasih untuk serangkaian kenangan yang kita simpan
dalam setiap buku, pesta, dan cinta… karena pada akhirnya saya ingin menjawab
pertanyaan saya sendiri di awal tadi, saya tidak memilih untuk menghapus
kenangan karena saya yang akan menciptakannya, saya tidak memilih untuk
dilupakan karena saya juga tidak hendak melupakan, dan saya tidak menaruh
kalian di masa lalu, karena saya melihatnya di masa depan. Selamat untuk hari
jadi kita dan sampai bertemu untuk keberhasilan yang lebih besar pada saatnya
nanti.
Betewe betewe tulisan ini
telat launching wakakak... Fluorescence anniversary tanggal 21 Januari
*bussettt lama banget telatnya*, yah maafkan akika ya. Jari akika mules, perut
akika pegal kemarin-kemarin. Walau begitu, cinta akika sampai ke kalian insya
Allah nggak telat. Muach!!!
foto semester 1 akhir nih. Sebelum 'lahir'nya Fluorescence |
0 komentar:
Posting Komentar