Jumat, 16 Desember 2016

Yang Tampak Terbaik Belum Tentu yang Paling Cocok

Rangkuman kajian bersama Ustadz Faris Khairul Anam *dicatat disini supaya tidak lupa. Karena saya tidak punya buku tulis untuk mencatat -_- *


“Jika datang padamu lelaki yang kau ridhai agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah dia. Jika tak kau lakukan, maka akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang panjang.” (H.R .Turmudzi dan Ibnu Majah)

Jika kita perhatikan benar-benar. Nabi tidak mengatakan “Jika datang padamu lelaki beragama dan akhlaknya baik”. Namun Nabi mengatakan, “Jika datang padamu lelaki yang kau ridhai agama dan perangainya”.

Terus terus terus, apa bedanya?

Pernyataan pertama – dan itu tidak diucapkan Nabi – bermakna, orang tua harus menikahkan anaknya dengan lelaki shalih, dan bahwa lelaki shalih itu pasti akan menjadi suami shalih.
Namun pernyataan kedua – yang diucapkan Nabi – memberikan pengertian pada kita bahwa orang tua dalam memilih calon menantu, syaratnya harus ridha terhadap agama dan perangainya, karena memang tidak semua lelaki shalih, disetujui cara beragama dan perangainya. Jadi, ada unsur penilaian manusia di sini. Sedangkan penilaian manusia itu hanya terbatas pada sesuatu yang lahiriah atau yang tampak.

Ada sebuah kisah zaman sahat dulu. Suatu saat, Fathimah binti Qays dilamar dua lelaki. Tak tanggung-tanggung, yang melamar adalah dua pembesar sahabat, yaitu Mu’awiyah dan Abu al-Jahm. Setelah dikonsultasikan kepada Rasulullah, apa yang terjadi? Nabi menjelaskan, baik Mu’awiyah maupun Abu al-Jahm, tidak cocok untuk menjadi suami Fathimah binti Qays.

Apa yang kurang dari Mu’awiyah dan Abu al-Jahm? Padahal keduanya adalah lelaki shalih dan memiliki keyakinan agama yang baik. Namun Nabi tidak menjodohkan Fathimah dengan salah satu dari keduanya, karena Nabi mengetahui karakter Fathimah, juga karakter Mu’awiyah dan Abu al-Jahm.

Lebih lanjut, Nabi menawarkan agar Fathimah menikah dengan Usamah bin Zaid, seorang sahabat yang sebelumnya tidak masuk “nominasi” Fathimah. Setelah Fathimah menikah dengan pilihan Nabi itu, apa yang dikatakannya setelah itu? Fathimah mengatakan, “Allah melimpahkan kebaikan yang banyak pada pernikahan ini dan aku dapat mengambil manfaat yang baik darinya.”

Jadi, kepala rumah tangga yang ideal bagi seluruh wanita muslimah adalah: Pertama, lelaki shalih. Kedua, memiliki perangai yang sesuai dengan karakter si muslimah tersebut, dan ini nisbi atau relatif, yang tidak mungkin bisa dijawab kecuali oleh yang bersangkutan.

Keshalihan seorang lelaki memang menjadi syarat bagi wanita yang ingin menikah. Namun, itu saja tak cukup. Perlu dilihat kemudian munasabah (kesesuaian gaya hidup, meski tak harus sama), musyakalah (kesesuaian kesenangan, meski tak harus sama), muwafaqah (kesesuaian tabiat dan kebiasaan).

Sekali lagi, aspek kedua ini sifatnya relatif ya cemss, tidak bisa dijawab kecuali oleh wanita yang akan menikah dan keluarganya. Oleh karena itu, kalau ada yang datang melamar, tanyakanlah karakter dan perangainya pada orang-orang yang mengetahuinya, baik dari kalangan keluarga atau teman-temannya.

*paragraf ini nasehat ustadznya, bukan nasehat dari saya, bukan.* Bagi yang belum menikah dan sedang “mencari jodoh”, agama mensyari’atkan untuk istikharah. Lakukanlah!. Sementara bagi yang sudah menikah, terimalah keberadaan suami apa adanya, karena menikah itu “satu paket”: paket kelebihan dan paket kekurangan dari pasangan. Tinggal bagaimana kita menyikapi kelebihan dan kekurangan itu. Orang bijak menyikapi kelebihan dengan syukur, menyikapi kekurangan dengan sabar. Orang bijak itu “pandai mengubah kotoran yang tidak bermanfaat menjadi pupuk yang bermanfaat”.

Sesuatu yang baik dari suami, ajaklah dia untuk makin meningkatkannya. Sedang yang jelek darinya, bersama kita, hilangkan dari lembar kehidupannya. Janganlah memikirkan lelaki lain. Karena boleh jadi lelaki lain itu dalam pandangan kita baik, namun ternyata ia tak baik dan tak cocok untuk menjadi suami kita.

Boleh jadi kita melihat sepasang suami istri yang hidupnya bahagia. Lalu, kita berkhayal seandainya lelaki itu yang menjadi suami kita, pasti hidup kita akan bahagia. Wah, itu belum tentu. Karena ternyata, bisa jadi lelaki itu memang cocok untuk perempuan yang sekarang menjadi istrinya, namun tidak sesuai bila menjadi suami kita.

Allah Maha Tahu, sedangkan kita, para hamba, tidak :)

0 komentar:

Posting Komentar

statistics

Bukan pakar, mari sama-sama belajar. Pun bukan ahli, mari saling berbagi | Melangit dan Membumi

Diberdayakan oleh Blogger.

Contact