“Patience is not the ability to wait. Waiting is a fact of life.
Patience is the ability to keep a good attitude while waiting” (Joyce Meyers)
Sebelumnya,
saya adalah orang yang kesal saat diminta menunggu, mengutuk-kutuk sekuat
tenaga orang-orang yang membuat saya menunggu... hingga... akhirnya... saya
disuruh Allah menunggu juga hehe. Kalau sama Allah, saya tidak berani. Dari
fase ini saya belajar sesuatu.. tidak terlalu membenci atau menyukai sesuatu
secara berlebihan, atau tinggal tunggu waktunya saja kamu akan didekatkan
dengan hal yang justru kamu benci atau dijauhkan dari hal yang kamu suka.
Seperti saya, didekatkan Allah dengan fase-fase menunggu seperti sekarang ini.
Hmm..
Setiap orang pasti pernah mengalami masa menunggu. Mulai dari menunggu yang
simpel seperti menunggu antrian, menunggu bus atau kereta datang, hingga
menunggu jodoh datang (cie cieee…). Ada begitu banyak catatan deretan tunggu
yang kita lakukan dalam hidup.
Yang
baru lulus kuliah, kita menunggu datangnya panggilan kerja.
Yang
ingin melanjutkan sekolah ke universitas ternama, menunggu keputusan diterima,
atau mungkin menunggu keputusan beasiswa, atau bahkan keduanya.
Yang
masih single, menunggu ajakan ke KUA.
Yang
sudah menikah, menunggu kedatangan buah hati pertama.
Dan
seterusnya...
Begitupun saat kita menunggu terkabulnya setiap bait-bait
doa dari lisan yang meminta. Entah kecukupan rezeki, sekolah
di tempat yang kita inginkan, anak yang shalih dan shalihah, diberi kesembuhan
penyakit, kelapangan berhaji menuju rumah-Nya yang mulia, membahagiakan orang
tua, dan seterusnya, dan seterusnya…
Bukan, bukan masalah menunggunya... Karena ia adalah
sesuatu yang pasti dan memang harus dijalani. Namun, yang harus digarisbawahi
adalah attitude kita saat menunggu, apakah
diiringi ragu dan gerutu, atau tetap bersabar meyakini rezeki dari-Nya tidak
akan tertukar. Maka untukmu yang masih terjatuh dalam ragu,
marilah kita mengingat kembali kisah keluarga Imran yang mulia. Dengan
kesabarannya menunggu Allah mengabulkan doa akan seorang anak yang didamba.
Marilah kita sama-sama berkaca kepada Nabi Zakaria. Yang di usia rentanya tak berputus
asa terhadap Rabb-Nya yang Sempurna. Dan teringatlah kita
dengan kukuhnya taqwa, saat beliau menegaskan dalam pinta, “Sungguh aku tidak
pernah kecewa dalam berdoa kepada-Mu duhai Rabb-ku”. Begitu tunduk khusyuk
menyelami makna seorang hamba.
Sejauh
manakah iman kita mampu menempa sabar, saat doa masih Allah tangguhkan dan
belum jelas terlihat jawaban. Sejauh manakah kita mampu berbaik sangka akan
kebesaran-Nya, tatkala usaha dan penantian kita belum membuahkan hasil yang
nyata. Sejauh manakah kita mampu mempertahankan taqwa, saat derasnya cobaan
dari-Nya terus mengalir mengisi masa. Maka ingatlah ini
duhai diriku…
“Tak perlu lah ku ragu, karena
skenario terindah-Nya yang selalu iringi jalan berliku. Seringkali dikabulkan
dalam sekejap waktu, sesekali menunggu, sesekali digantikan dengan yang lebih
bermutu. Terus begitu… Karena cinta-Nya tak pernah lekang tergilas waktu. Kian
membersamai hati-hati syahdu yang begitu yakin akan kebesaran Sang Maha Pemilik
Kalbu…”
Syahdu sekali
postingan gueee yak hmm... lupakan-lupakan
Seseorang telah memahamkan saya bahwa...
Setiap orang pasti menunggu, tapi ada yang membedakan
output dari menunggunya setiap orang. Ada yang menunggunya “menghasilkan” ada
juga yang menunggunya “tidak membuahkan”. Bedanya apa? Perbedaannya
terletak pada apa yang dikerjakan pada saat menunggu. Ada tipikal orang yang
terus bergerak dalam masa penantian, ada pula yang terlarut dalam kesia-siaan.
Maka
darinya saya selalu menanamkan bahwa, jadikanlah waktu luang sebagai musuh terbesar!
Karena jika tidak kita manfaatkan dalam kebaikan, ia akan menyeret kita kepada
kemaksiatan atau seminimal-minimalnya, kepada kesia-siaan. Masih teringat akan
kesibukan saya saat di masa SMA dan kuliah. Rasanya tiada hari tanpa agenda.
Justru merasa ada yang aneh jika bisa diam atau pulang ke rumah. Hingga ketika
saya bekerja seperti sekarang ini pun saya tidak membiarkan diri ini duduk diam.
Saya mengambil les bahasa selepas kerja, di akhir pekan menyibukkan diri dengan
pekerjaan rumah yang harus saya selesaikan, ke kajian kadangkala (demiiii ‘kadangkala’
cobaaa. Nggak patut ditiru), menyelesaikan target buku bacaan, mengikuti
kegiatan komunitas. Apapun, yang penting jangan sampai diam, karena saya selalu
merasa kesal sendiri jika menunggu. Dan binggo!!! Saya baru sadar sekarang,
bahwa sebenarnya saya tetaplah sedang menunggu, hanya mengaburkannya saja
dengan segala aktivitas yang ada.
Point nya? Marilah kita mengisi penantian kita dengan
produktivitas. Yang menunggu panggilan kerja, yuk disambi bantu
orang tua, atau sekedar berkontribusi untuk masyarakat sekitar. Yang menunggu
kelulusan sarjana, yuk sembari mengukir prestasi dan kebermanfaatan dalam
organisasi. Yang masih jadi jomblowan dan jomblowati, yuk terus perbaiki diri,
hingga saat sang kekasih hadir menemani, pribadi shalih/ah lah yang kan hiasi
diri. Yang menunggu anak-anak besar menjadi shalih/ah, yuk kita terus mengkaji
kalam-Nya melalui kajian majelis taklim mingguan atau sekedar kajian online.
Intinya mah, marilah kita
menunggu, tapi menunggu yang bukan sembarang menunggu, menunggu dengan terus
mengukir kebaikan dan melakukan perbaikan seiring waktu. Menunggu yang
menjadikan kita semakin dekat dengan keridhoan Rabb yang dituju.
Tulisan ini sebenarnya cambuk bagi saya dari seseorang...
bahwa selalu ada hikmah yang Allah beri dalam setiap jeda waktu tunggu, entah
kesabaran, menguji keimanan, atau sekedar memberi ruang untuk mengukir amal. Bukankah
sering kita rasakan begitu banyaknya kejutan dari Allah di tengah-tengah masa
penantian? Maka
merunduk syukurlah dalam tunggu dan harapmu. Merenda amal-lah dalam sabarmu.
Semoga Allah senantiasa menjaga diri-diri kita dari kelalaian. Semoga hanya
rentetan amalan baik yang menghiasi daftar tunggu kita dalam keseharian, ya.
Aaah…
bisa dibilang, hidup ini pun sebenarnya menunggu. Menunggu ajal datang dan
datangnya hari kebangkitan. Menunggu segala amal perbuatan ditimbang, berharap
rahmat-Nya kan mengantar kaki lemah ini menuju surga yang diidamkan.
“Dengan menunggu, Allah hendak
mengajarkan kita agar lebih bijaksana terhadap waktu. Maka
pertanyaannya, bukan seberapa panjang waktu tunggu, tapi apa yang bisa kita
lakukan di ruang tunggu.”
-Saya, yang masih
di “ruang tunggu”-
0 komentar:
Posting Komentar