Selasa, 08 November 2016

Menunggu tak Se-Membosankan Itu

“Patience is not the ability to wait. Waiting is a fact of life. Patience is the ability to keep a good attitude while waiting” (Joyce Meyers)
Sebelumnya, saya adalah orang yang kesal saat diminta menunggu, mengutuk-kutuk sekuat tenaga orang-orang yang membuat saya menunggu... hingga... akhirnya... saya disuruh Allah menunggu juga hehe. Kalau sama Allah, saya tidak berani. Dari fase ini saya belajar sesuatu.. tidak terlalu membenci atau menyukai sesuatu secara berlebihan, atau tinggal tunggu waktunya saja kamu akan didekatkan dengan hal yang justru kamu benci atau dijauhkan dari hal yang kamu suka. Seperti saya, didekatkan Allah dengan fase-fase menunggu seperti sekarang ini.
Hmm.. Setiap orang pasti pernah mengalami masa menunggu. Mulai dari menunggu yang simpel seperti menunggu antrian, menunggu bus atau kereta datang, hingga menunggu jodoh datang (cie cieee…). Ada begitu banyak catatan deretan tunggu yang kita lakukan dalam hidup.
Yang baru lulus kuliah, kita menunggu datangnya panggilan kerja.
Yang ingin melanjutkan sekolah ke universitas ternama, menunggu keputusan diterima, atau mungkin menunggu keputusan beasiswa, atau bahkan keduanya.
Yang masih single, menunggu ajakan ke KUA.
Yang sudah menikah, menunggu kedatangan buah hati pertama.
Dan seterusnya...
Begitupun saat kita menunggu terkabulnya setiap bait-bait doa dari lisan yang meminta. Entah kecukupan rezeki, sekolah di tempat yang kita inginkan, anak yang shalih dan shalihah, diberi kesembuhan penyakit, kelapangan berhaji menuju rumah-Nya yang mulia, membahagiakan orang tua, dan seterusnya, dan seterusnya…
Bukan, bukan masalah menunggunya... Karena ia adalah sesuatu yang pasti dan memang harus dijalani. Namun, yang harus digarisbawahi adalah attitude kita saat menunggu, apakah diiringi ragu dan gerutu, atau tetap bersabar meyakini rezeki dari-Nya tidak akan tertukar. Maka untukmu yang masih terjatuh dalam ragu, marilah kita mengingat kembali kisah keluarga Imran yang mulia. Dengan kesabarannya menunggu Allah mengabulkan doa akan seorang anak yang didamba. Marilah kita sama-sama berkaca kepada Nabi Zakaria. Yang di usia rentanya tak berputus asa terhadap Rabb-Nya yang Sempurna. Dan teringatlah kita dengan kukuhnya taqwa, saat beliau menegaskan dalam pinta, “Sungguh aku tidak pernah kecewa dalam berdoa kepada-Mu duhai Rabb-ku”. Begitu tunduk khusyuk menyelami makna seorang hamba.
Sejauh manakah iman kita mampu menempa sabar, saat doa masih Allah tangguhkan dan belum jelas terlihat jawaban. Sejauh manakah kita mampu berbaik sangka akan kebesaran-Nya, tatkala usaha dan penantian kita belum membuahkan hasil yang nyata. Sejauh manakah kita mampu mempertahankan taqwa, saat derasnya cobaan dari-Nya terus mengalir mengisi masa. Maka ingatlah ini duhai diriku…
“Tak perlu lah ku ragu, karena skenario terindah-Nya yang selalu iringi jalan berliku. Seringkali dikabulkan dalam sekejap waktu, sesekali menunggu, sesekali digantikan dengan yang lebih bermutu. Terus begitu… Karena cinta-Nya tak pernah lekang tergilas waktu. Kian membersamai hati-hati syahdu yang begitu yakin akan kebesaran Sang Maha Pemilik Kalbu…”

Syahdu sekali postingan gueee yak hmm... lupakan-lupakan

Seseorang telah memahamkan saya bahwa...
Setiap orang pasti menunggu, tapi ada yang membedakan output dari menunggunya setiap orang. Ada yang menunggunya “menghasilkan” ada juga yang menunggunya “tidak membuahkan”. Bedanya apa? Perbedaannya terletak pada apa yang dikerjakan pada saat menunggu. Ada tipikal orang yang terus bergerak dalam masa penantian, ada pula yang terlarut dalam kesia-siaan.
Maka darinya saya selalu menanamkan bahwa, jadikanlah waktu luang sebagai musuh terbesar! Karena jika tidak kita manfaatkan dalam kebaikan, ia akan menyeret kita kepada kemaksiatan atau seminimal-minimalnya, kepada kesia-siaan. Masih teringat akan kesibukan saya saat di masa SMA dan kuliah. Rasanya tiada hari tanpa agenda. Justru merasa ada yang aneh jika bisa diam atau pulang ke rumah. Hingga ketika saya bekerja seperti sekarang ini pun saya tidak membiarkan diri ini duduk diam. Saya mengambil les bahasa selepas kerja, di akhir pekan menyibukkan diri dengan pekerjaan rumah yang harus saya selesaikan, ke kajian kadangkala (demiiii ‘kadangkala’ cobaaa. Nggak patut ditiru), menyelesaikan target buku bacaan, mengikuti kegiatan komunitas. Apapun, yang penting jangan sampai diam, karena saya selalu merasa kesal sendiri jika menunggu. Dan binggo!!! Saya baru sadar sekarang, bahwa sebenarnya saya tetaplah sedang menunggu, hanya mengaburkannya saja dengan segala aktivitas yang ada.
Point nya? Marilah kita mengisi penantian kita dengan produktivitas. Yang menunggu panggilan kerja, yuk disambi bantu orang tua, atau sekedar berkontribusi untuk masyarakat sekitar. Yang menunggu kelulusan sarjana, yuk sembari mengukir prestasi dan kebermanfaatan dalam organisasi. Yang masih jadi jomblowan dan jomblowati, yuk terus perbaiki diri, hingga saat sang kekasih hadir menemani, pribadi shalih/ah lah yang kan hiasi diri. Yang menunggu anak-anak besar menjadi shalih/ah, yuk kita terus mengkaji kalam-Nya melalui kajian majelis taklim mingguan atau sekedar kajian online. Intinya mah, marilah kita menunggu, tapi menunggu yang bukan sembarang menunggu, menunggu dengan terus mengukir kebaikan dan melakukan perbaikan seiring waktu. Menunggu yang menjadikan kita semakin dekat dengan keridhoan Rabb yang dituju.


Tulisan ini sebenarnya cambuk bagi saya dari seseorang... bahwa selalu ada hikmah yang Allah beri dalam setiap jeda waktu tunggu, entah kesabaran, menguji keimanan, atau sekedar memberi ruang untuk mengukir amal. Bukankah sering kita rasakan begitu banyaknya kejutan dari Allah di tengah-tengah masa penantian? Maka merunduk syukurlah dalam tunggu dan harapmu. Merenda amal-lah dalam sabarmu. Semoga Allah senantiasa menjaga diri-diri kita dari kelalaian. Semoga hanya rentetan amalan baik yang menghiasi daftar tunggu kita dalam keseharian, ya.
Aaah… bisa dibilang, hidup ini pun sebenarnya menunggu. Menunggu ajal datang dan datangnya hari kebangkitan. Menunggu segala amal perbuatan ditimbang, berharap rahmat-Nya kan mengantar kaki lemah ini menuju surga yang diidamkan.

“Dengan menunggu, Allah hendak mengajarkan kita agar lebih bijaksana terhadap waktu. Maka pertanyaannya, bukan seberapa panjang waktu tunggu, tapi apa yang bisa kita lakukan di ruang tunggu.”

-Saya, yang masih di “ruang tunggu”-


0 komentar:

Posting Komentar

statistics

Bukan pakar, mari sama-sama belajar. Pun bukan ahli, mari saling berbagi | Melangit dan Membumi

Diberdayakan oleh Blogger.

Contact