Sabtu, 18 Juni 2016

Perempuan

Tulisan ini diprakarsai aktivitas menghandle rumah seharian penuh beberapa waktu lalu, mulai dari beres-beres rumah sampai menyiapkan buka untuk orang di rumah. Well, sebenarnya saya yang dibiasakan untuk tidak melakukan banyak hal (apa-apa) di rumah ini, did some challenge kemarin. Ibu saya sedang ada keperluan ke luar kota, jadilah saya satu-satunya perempuan di rumah yang harus mengerjakan apa yang biasa beliau kerjakan.

Masyallah, rasanya baru sehari udah sakit pinggang euy, ngga kebayang umi melakukan semua ini sejak 24 tahun pernikahannya. She is like my personal hero. Seems like she did everything. She always inspires me how to taking care of her family and the other activity. She has to take hard decisions and do things on her own for some work. Well she include as an alpha female, sangat independent dan nggak ‘menye-menye’. And I still learning from her how to be independent dan nggak mudah bergantung.

Ngelihat ke‘alpha female’an umi, akhir-akhir ini saya tertarik banget dengan topik feminisme, bagaimana perkembangannya, tokohnya, pandangannya, dan terakhir baru mengkhatamkan buku yang berkaitan dengan humanity and culture from traditional people *sebenernya, teman saya yang konsen di bidang budaya etc gitu udah lama heboh masalah feminisme ini. Lhah saya? Boro-boro, baru sekarang belajar. Duhh ya Tuhan. Kurang gaul emang ye*.

Hmm, tentang feminisme sebenarnya ada beberapa hal yang menurut saya *inget lho ya, ini me-nu-rut sa-ya. Jika ada yang punya pandangan lain, silakan, gunakan pandangan anda, dan saya pada pandangan saya* pandangannya ‘ngaco’ dalam perkembangan teorinya dan ada pandangan yang well sangat melindungi dan menghargai every single things women did. So, I still lack of research and argument with my friend everyday.

Meski perempuan bisa melakukan banyak hal sendiri, like the true definition of alpha women. Menurut saya tetap ada masa dimana sangat butuh semacam di-encourage oleh pasangannya. Seperti Umi yang dibalik semua ke-independent-annya ada masa dimana beliau bertingkah seperti saya, ngomel-ngomel sendiri, berada dalam mood terendah kemudian mencari tumbal yang bisa dipersalahkan (ex: bapak). Sudah menjadi nasib bapak hidup bersama Umi yang tiba-tiba marah, ngomel nggak jelas dan menganggu waktu damainya. Mengacak-ngacak hari indahnya, sehingga berusaha memasang kuping untuk mendengarkan.

Hahaha yap, He is the right person to rely on. Yang selalu menelan mentah-mentah alasan “sedang PMS” ketika perempuan marah tiba-tiba tanpa sebab. And We (Umi and I) are beyond lucky to have found him as a medication to heal us.

So far, dibalik kekaguman saya kepada umi, I would say “Thank you” for bapak, for alyways being on Umi’s side through the good and rough times. Supporting her, pursuing her passion, education and community. Uw, they’re complete each other. Nggak pernah ada yang merasa lebih tinggi atau rendah. Seems like this is true definition of ‘kesetaraan gender’. Sama-sama belajar untuk berkembang, sama-sama menghormati dan menghargai yang diusahakan satu sama lain. Hope my marriage as sweet and solid as yours.

I'm Yours,
-love you both to infinity and beyond!-

0 komentar:

Posting Komentar

statistics

Bukan pakar, mari sama-sama belajar. Pun bukan ahli, mari saling berbagi | Melangit dan Membumi

Diberdayakan oleh Blogger.

Contact