Selasa, 01 Maret 2016

Syukur Sekuntum Bunga

Ini cerita tentang sekuntum bunga. Bunga yang mekar dari tanaman perdu, yang tumbuh di atas bukit atau pegunungan, bahkan di bibir jurang yang curam sekalipun. Tak pernah seorang pun sanggup memetiknya, bukan karena sayang untuk dipetik. Tapi karena ia tak pernah sekalipun di hiraukan. Ia berada jauh dari jangkauan manusia dan makhluk lainnya. Serangga sekalipun tak mampu menyentuhnya.
Sang bunga berwarna putih, ia mekar setahun sekali. Namun, kasihan sekali, umurnya hanya seminggu. Selebihnya ia akan layu kembali, menghitam dan mati. Begitulah Tuhan menakdirkannya.
Rumput bertanya tentang peran sang bunga. kenapa bunga macam ini Tuhan izinkan tumbuh di dunia. Bahkan umurnya hanya seminggu. Mereka bertanya-tanya kenapa si bunga tak peduli dipandang oleh manusia atau mungkin kenapa tak ada sedikitpun keinginan ingin dipuji kalau ia begitu indah.
Sebenarnya mereka iri, karena tahu bahwa langit diatas sedang mengagumi sang bunga yang sedang mekar. Langit tahu bahwa sang bunga sedang berusaha memaksimalkan perannya. Meskipun hanya seminggu, tapi sang bunga memancarkan putih, seputih-putihnya. Ia pancarkan harum, seharum-harumnya. Ia pancarkan keindahan, seindah-indahnya.
Kini semua tahu bahwa sang bunga sedang bersyukur. Bersyukur pada Sang Pencipta, yang memberikannya kesempatan hidup di dunia. Sang bunga tak pernah menyesal telah diciptakan, karena seluruh hidupnya ia gunakan untuk memaksimalkan perannya. Begitulah sepatutnya seorang hamba bersyukur pada Tuhannya.
Inspired from Abah Iwan Abdurrahman “Berita dari Gunung”

~Seseorang pernah berkata kepada saya mengenai, "Jadilah seperti jantung, yang menghidupkan, ia berdetak tanpa orang harus tahu menatap"~ :') Manis ya...

0 komentar:

Posting Komentar

statistics

Bukan pakar, mari sama-sama belajar. Pun bukan ahli, mari saling berbagi | Melangit dan Membumi

Diberdayakan oleh Blogger.

Contact