Minggu, 22 September 2019

Mom Shaming

Dulu, saya tidak memahami mengapa banyak ibu yang sakit hati saat anaknya dikomentari orang lain misalnya karena kekurusannya... Saya juga sering dikatakan kurus oleh orang lain, tapi saya biasa saja tuh, memangnya kenapa jika dikatakan seperti itu? Kenyataannya memang saya kurus, yha tho?.

Sampai akhirnya kini saya tersadar terantuk kejedot pintu, saya minta ampun atas nyinyirnya saya zaman muda dulu terhadap ibu sensitif. Menjelang menjadi ibu, sense of belong saya rasanya memuncak tajam terhadap ibu-ibu lain yang senasib sepenanggungan.

Tidak ada ibu yang tidak pernah berbuat yang terbaik yang ia mampu untuk buah hatinya. Semuanya pasti sekuat tenaga berdarah-darah memberikan yang terbaik untuk anaknya, rasanya bingung setengah mati jika terjadi sesuatu pada anaknya, lalu apa yang dikatakan mulut jahat kita-kita ini yang suka komentarin? oh no. Tahu rasanya sudah berusaha sekuat tenaga (terlebih ini untuk buah hatimu, setengah nyawamu yang dari dia belum ada kau sudah menyayanginya) tapi tak kunjung ada perbaikan padanya, sudah sedih bertubi ehhh masih ada orang yang mengomentari? Itu akan membuat seorang ibu makin merasa tak berguna bagi anaknya, merasa rendah diri, merasa bukan menjadi ibu yang baik, merasa menjadi ibu yang tak pintar. Lelah fisik dan hati ya pastinya.

Jangan karena belum menjadi ibu lalu bisa seenaknya mengomentari seorang ibu, belum aja ngerasain kan.  Jangan juga karena anakmu baik-baik saja lalu memojokkan anak ibu lain yang tak sebaik anakmu (dalam pandanganmu sendiri).

Maka dari itu saya rasa support group itu penting lhoo buat emak-emak. Karena ya berat juga jika menghadapi semua sendirian 😊

Be wise bukkk ya 😊
Ini nasehat untuk diri saya sendiri sebelum masuk di dunia peribukan. Untuk hati-hati pada mulut dan hati saya sendiri.
continue reading Mom Shaming

statistics

Bukan pakar, mari sama-sama belajar. Pun bukan ahli, mari saling berbagi | Melangit dan Membumi

Diberdayakan oleh Blogger.

Contact